Rabu, 06 Juli 2011

Partisipasi Masyarakat Dalam Perbaikan Dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman Di Kelurahan Batu Sembilan Kecamatan Tanjungpinang Timur

Abstract
Di Kelurahan Batu Sembilan, masih terdapat adanya masalah, antara lain: adanya fenomena yang menunjukkan lingkungan permukiman yang tidak terpelihara seperti: sampah-sampah yang berserakan, bau yang tidak sedap, saluran air yang tersumbat, kurangnya pengetahuan masyarakat dan kuatnya keyakinan sebagian masyarakat dalam menggunakan sampah sebagai bahan pemupukan lahan pertanian; perilaku/ sikap masyarakat yang kurang memperhatikan arti pentingnya kesehatan lingkungan. Oleh karena itu, patut untuk dikaji bagaimana partisipasi mereka terhadap pemeliharaan dan perbaikan lingkungan permukiman. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji partisipasi masyarakat dalam perbaikan dan pemeliharaan lingkungan permukiman. Sedangkan sasaran yang akan dilakukan meliputi mengidentifikasi organisasi yang dibentuk oleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan dan pemeliharaan lingkungan permukiman. Pendekatan studi yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada kondisi empirik yang ditemukan di lapangan. Pengumpulan data ini terbagi atas pengumpulan data primer dan data sekunder. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang merupakan metode untuk melakukan kajian terhadap partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam perbaikan dan pemeliharaan lingkungan di Kelurahan Batu Sembilan dipengaruhi oleh karakteristik masyarakatnya, seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, mata pencaharian, penghasilan, dan suku/etnis. Masyarakat hanya senang memasuki organisasi informal yang beraktivitas seni budaya. Dalam perbaikan dan pemeliharaan lingkungan permukiman, khususnya dalam perbaikan rumah tinggal, ternyata sebagian masyarakat mendapat bantuan dari pemerintah. Masyarakat mau berpartisipasi jika kegiatan tersebut berskala kecil. Rekomendasi studi ini adalah perlunya pembinaan partisipasi dari pihak pimpinan Kecamatan Tanjungpinang Timur maupun Lurah Batu Sembilan agar masyarakat dapat lebih banyak memiliki tanggungjawab untuk memelihara dan memperbaiki lingkungan permukiman secara optimal. 

Potensi Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Petani Dalam Mendukung Kebijakan Agropolitan Di Kabupaten Musi Rawas

Abstract
Pembangunan wilayah yang mengusung konsep agropolitan telah berjalan sejak beberapa tahun terakhir di negara ini. Konsep agropolitan menjadi pilihan daerah untuk 6 mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah. Kabupaten Musi Rawas saat ini sedang mengadopsi konsep agropolitan untuk membangunan wilayahnya. Tetapi pembangunan agropolitan ini belum didukung oleh pengembangan SDM, terutama SDM petani di sekitar kawasan agropolitan. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi dan menganalisis potensi pengembangan SDM petani khususnya petani karet dalam mendukung kebijakan agropolitan di Kabupaten Musi Rawas. Karena Kabupaten Musi Rawas memiliki sektor unggulan perkebunan karet rakyat yang luas. Ruang lingkup spasial penelitian dilakukan distrik-distrik agropolitan seperti distrik Megang Sakti dan Agropolitan Center Muara Beliti sebagai daerah pengembangan agropolitan. Sedangkan ruang lingkup substansial lebih ditekankan pada materi pengembangan SDM petani terutama petani karet. Dari kajian teori diperoleh beberapa variabel penelitian yang terkait dengan potensi pengembangan SDM petani yaitu variabel yang tergabung dalam faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal seperti penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian, motivasi petani, pendidikan formal dan non formal petani, peranan lembaga petani serta produktivitas agribisnis karet. Pendekatan deskriptif kualitatif merupakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian dengan metode analisis deskriptif dan scatter plot sebagai alat untuk menganalisis hubungan antar variabel. Data yang digunakan adalah data primer dengan petani karet sebagai respondennya. Purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi penelitian dan kuota sampling untuk menentukan sampel penelitian. Kawasan Agropolitan Megang Sakti dan Kawasan Agropolitan Center Muara Beliti ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Berdasarkan hasil analisis potensi pengembangan SDM petani di kedua kawasan agropolitan relatif rendah. Begitu juga dengan produktivitas agribisnis. Tetapi hubungan antar variabel internal, eksternal dan produktivitas menunjukkan hubungan yang erat dan cenderung positif di Kawasan Agropolitan Megang Sakti. Sehingga di kawasan agropolitan memiliki potensi untuk pengembangan SDM petani khususnya petani karet. Rekomendasi yang diusulkan dalam mendukung pengembangan SDM petani khususnya petani karet di Kawasan Agropolitan Kabupaten Musi Rawas yaitu dengan meningkatkan pengetahuan dan teknologi pertanian melalui pengembangan pendidikan formal, pendidikan non formal dan memperkuat kelembagaan petani. 

Pengembangan Kawasan Industri Dalam Meningkatkan Investasi Di Kota Semarang

ABSTRAK
Berangkat dari perkembangan kawasan industri di kota Semarang yang masih berjalan lambat, yang mengakibatkan keberadaannya belum mampu menjadi sarana untuk memberi kemudahan bagi kegiatan industri guna mendorong minat investasi di kota Semarang sebagaimana diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan, maka penelitian ini diangkat dalam kerangka membangun kembali nilai-nilai yang terkandung dalam kawasan industri dengan tujuan agar kawasan industri dapat mengambil bagian dalam menciptakan iklim investasi yang lebih baik di Indonesia khususnya di kota Semarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perangkat peraturan perundangan yang ada sudah cukup menunjang bagi perkembangan kawasan industri dalam menarik minat investasi di kota Semarang, tujuan lainnya adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembangunan kawasan industri di kota Semarang berjalan sesuai dengan harapan, serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ada dan memberikan saran serta masukan kepada pemerintah untuk perbaikan di kemudian hari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris . pendekatan yuridis normatif digunakan dengan alasan bahwa kawasan industri merupakan institusi yang menjalankan perannya berdasarkan norma-norma hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris digunakan untuk melihat bagaimana pembangunan kawasan industri berjalan dalam realitanya. Sedangkan data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif. Keberadaan kawasan industri diatur dengan Keputusan Presiden no. 41 tahun 1996, namun pembangunan kawasan industri dalam pelaksanaannya melibatkan beberapa instansi, sehingga diperlukan adanya koordinasi. Koordinasi tersebut akan dapat berjalan dengan baik manakala ada perangkat peraturan pada tingkat pusat maupun daerah yang mengatur keterlibatan tersebut. Sampai saat ini perangkat peraturan yang ada masih belum cukup untuk menunjang bagi perkembangan kawasan industri dalam menarik minat investasi di kota Semarang. Sejalan dengan Otonomi Daerah, pemerintah kota Semarang dapat memanfaatkan kawasan industri yang ada sebagai sarana meningkatkan iklim investasi yang lebih baik guna meningkatkan daya saing kota Semarang terhadap kota-kota lainnya dalam menarik investor. Agar kawasan industri berperan secara optimal dalam ikut serta meningkatkan minat investasi, maka diperlukan adanya dukungan dan sinergi dari pemerintah kota Semarang kepada kawasan industri yang ada . Langkah –langkah yang dapat ditempuh pemerintah kota Semarang untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan memasukkan kawasan industri di dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah kota Semarang di bidang investasi, termasuk dengan memberikan perlakuan khusus kepada investor yang menanamkan modalnya di dalam lokasi kawasan industri. Kata Kunci : Kawasan Industri, Investasi.
Rumusan Masalah :
1. Apakah perangkat peraturan perundangan  yang ada sudah cukup menunjang untuk memberikan nilai tambah  bagi kawasan  industri dalam menarik  minat investor di Kota Semarang  ?. 
2. Bagaimanakah      pelaksanaan    pembangunan   kawasan   industri  di Kota      Semarang   dijalankan ?. 
3. Kendala-kendala apakah yang mungkin timbul dalam mengembangkan kawasan industri di Kota Semarang dan upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan untuk mengurangi kendala-kendala tersebut.     

Dongeng Timun Emas (Indonesia) Dan Dongeng Sanmai No Ofuda (Jepang) (Studi Komparatif Struktur Cerita Dan Latar Budaya)

Abstract
Penelitian ini berjudul “DONGENG TIMUN EMAS (INDONESIA) DAN DONGENG SANMAI NO OFUDA (JEPANG) (Studi Komparatif Struktur Cerita dan Latar Budaya)”. Latar belakang penelitian ini didasari oleh ketertarikan peneliti pada folklor Jepang, terutama dongeng. Dengan membaca dan mempelajari dongeng-dongeng tersebut, peneliti menemukan banyak hal yang secara tidak langsung memperkaya khazanah pengetahuan peneliti akan negara Jepang, baik pengetahuan yang berhubungan dengan ragam bahasa kuno, maupun pengetahuan yang berhubungan dengan budaya asli masyarakat Jepang. Dari perkenalan dengan bermacam-macam dongeng Jepang tersebut, peneliti sering menemukan dongeng-dongeng Jepang yang mempunyai kemiripan tema dengan dongeng-dongeng dari berbagai daerah di Nusantara. Dan dari sekian banyak jenis dongeng-dongeng tersebut, peneliti memilih dongeng yang berjudul Sanmai no Ofuda untuk dibandingkan dengan dongeng berjudul Timun Emas yang berasal dari daerah Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjawab tiga permasalahan utama, yakni: (1) mengungkap struktur cerita dongeng Timun Emas dan dongeng Sanmai no Ofuda; (2) mengungkap unsur-unsur budaya yang terdapat dalam dongeng Sanmai no Ofuda dan dongeng Timun Emas; dan (3) mengungkap persamaan dan perbedaan dari kedua dongeng tersebut. Untuk dapat menjawab ketiga permasalahan tersebut digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan sastra bandingan, pendekatan strukturalisme model A.J Greimas dan pendekatan kebudayaan. Ketiga pendekatan tersebut digunakan karena yang menjadi objek penelitian ini adalah dua buah karya sastra berbeda bahasa yang kemudian dibandingkan dari segi struktur dan aspek budayanya. Dari dua wacana/ teks yang memuat dongeng Sanmai no Ofuda dan dongeng Timun Emas , yang dijadikan data penelitian, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa bagian dari dongeng Sanmai no Ofuda dan dongeng Timun Emas mempunyai struktur dan unsur budaya yang sama. Namun, meskipun demikian, dari perbedaan-perbedaan yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa dongeng Sanmai no Ofuda dan dongeng Timun Emas tidak saling mempengaruhi, Hal tersebut dapat dilihat dari ciri khas masing-masing dongeng yang merupakan gambaran kehidupan masyarakat di mana dongeng tersebut lahir.


Rumusan Masalah :
1. BAGAIMANAKAH STRUKTUR CERITA DONGENG TIMUN EMAS ?
2. BAGAIMANAKAH STRUKTUR CERITA DONGENG SANMAI NO OFUDA ? 
3. UNSUR-UNSUR BUDAYA APA YANG TERDAPAT DALAM DONGENG  TIMUN  EMAS DAN 
DONGENG SANMAI NO OFUDA?
4. BAGAIMANAKAH PERSAMAAN DAN PERBEDAAN STRUKTUR CERITA DAN LATAR BUDAYA  

Analisis Pengaruh Beta Dan Varian Return Saham Terhadap Return Saham Studi Pada Perusahaan Lq 45 Di Bursa Efek Jakarta Periode Bulan Januari Tahun 2005 Sampai Dengan Bulan Desember Tahun 2005

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel beta saham dan varian return saham terhadap return saham pada pada perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Jakarta Periode Bulan Januari Tahun 2005 Sampai Dengan Bulan Desember Tahun 2005. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria: Perusahaan yang tercatat sebagai indeks saham LQ45 pada kurun waktu penelitian (periode harian Januari-Desember 2005). Data diperoleh berdasarkan publikasi JSX Monthly Statistics Januari- Desember 2005. Diperoleh jumlah sampel sebanyak 44 perusahaan. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan persamaan kuadrat terkecil dan uji hipotesis menggunakan t-statistik untuk menguji koefisien regresi parsial serta f-statistik untuk menguji keberartian pengaruh secara bersama-sama dengan level of significance 5%. Selain itu juga dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa variabel beta saham dan varian return saham secara parsial signifikan terhadap return saham. Kemampuan prediksi dari kedua variabel tersebut terhadap return saham sebesar 74,9% sebagaimana ditunjukkan oleh besarnya adjusted R square sebesar 0,749 sedangkan sisanya 25,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian.


Rumusan Masalah :

1. Apakah terdapat pengaruh dari beta saham terhadap return saham 
perusahaan? 
2. Apakah terdapat pengaruh dari varian return saham terhadap return saham 
perusahaan?  

Pelaksanaan Grosse Akta Pengakuan Hutang Di Kota Semarang

Abstract
Perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang membuatnya. Artinya, perjanjian tersebut berlaku dan mengikat bagi para pihak secara hukum. Dari banyaknya masalah kredit macet akhir-akhir ini yang dapat mengganggu lancarnya roda perekonomian, maka perlu kiranya dibahas, dipelajari tentang masalah adanya Grosse Akta, untuk memenuhi kebutuhan manusia di dalam masyarakat. Grosse Akta Notaris yang mana dalam penerapan hukumnya sejak jaman penjajahan Belanda sampai dengan Indonesia dalam tiga dekade (Orla, Orba, dan Reformasi) terdapat ketidaksamaan.Dapat dikatakan penyamaan persepsi tentang pelaksanaan Grosse Akta Notaris sejak jaman penjajahan sampai dengan merdeka tidak pernah terwujud, bahkan saat ini pada kenyataannya sangat tergantung dari situasi, kondisi dan kepentingan pribadi dari pejabat pemerintah secara subyektif. Tujuan dari penelitian ini, adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk akta pengakuan hutang yang dipakai oleh Bank dengan nasabah debiturnya, untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang di Kota Semarang, serta mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh apabila grosse akta pengakuan hutang tidak dapat langsung dimintakan eksekusi. Dalam penelitian ini, digunakan metode pendekatan Yuridis Empiris, dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang terdapat 2 hambatan, yaitu: terjadi perbedaan jumlah hutang yang akan dimohonkan eksekusi, dan dalam grosse akta pengakuan hutang terdapat persyaratan lain yang berbentuk perjanjian. Dalam praktek notaris mungkin terjadi bahwa jumlah hutang adalah berbeda dengan antara grosse akta pengakuan hutang dengan kenyataan yang ada karena debitur dalam kenyataannya baru mengambil sebagian kreditnya atau debitur telah melakukan beberapa angsuran pembayaran. Upaya hukum yang akan ditempuh apabila permohonan eksekusi pengakuan hutang tidak dapat dilaksanakan maka bank dapat menjual benda jaminan terhadap benda jaminan bergerak bertubuh dan seperti deposito, dapat juga mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri. Bila bank lebih menyukai cara damai maka dibuat perjanjian perdamaian dengan debitur dihadapan notaris. Dapat disimpulkan bahwa dalam suatu pengikatan hutang, bentuk perjanjian pengakuan hutang yang dipilih oleh Bank adalah notariil, adanya hambatan tentang perbedaan jumlah hutang yang akan dimohonkan eksekusi, dan dalam grosse akta pengakuan hutang terdapat persyaratan lain yang berbentuk perjanjian dan Upaya hukum yang akan ditempuh apabila permohonan eksekusi pengakuan hutang tidak dapat dilaksanakan dengan mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri atau dengan membuat perjanjian perdamaian antara kreditur dengan debitur di hadapan notaris.  
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana bentuk akta pengakuan hutang yang dipakai oleh Bank dengan debiturnya? 
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang di Kota Semarang? 
3. Bagaimanakah upaya hukum yang harus ditempuh apabila grosse akta pengakuan hutang tidak dapat langsung dimintakan eksekusi? 

Penegakan Hukum Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Dalam Perspektif Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

ABSTRAK
Penegakan Hukum Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagai pedoman pelaksanaan dalam perspektif undang-undang nomor 5 tahun 1999 (yang pada asasnya atau tujuan harus dilaksanakan dengan prisip efisien, efektif, terbuka dan bersaing, dan adil atau tidak diskriminatif) dalam pelaksanaannya masih banyak diwarnai perilaku usaha yang tidak sehat. Seperti melakukan persengkokolan serta melakukan kolusi dengan panitia pengadaan pada metode sistem penunjukan langsung dan pemilihan langsung untuk menentukan hasil akhir pemenang. Hal ini bisa dilihat dari fakta yang ada pada pengadaan yang dilakukan oleh Kanwil Departemen Hukum dan HAM Jateng, karena dalam proses pada Keppres Nomor 80 Tahun 2003 di situ masih terdapat adanya metode penunjukkan langsung dan pemilihan langsung untuk menentukan penyedia barang dan jasa untuk perlu dirubah sistem dan peraturannya tidak perlu lagi menggunakan penunjukkan langsung, pemilihan langsung, dan pelelangan terbatas lebih baik menggunakan metode pelelangan umum. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagai implementasi kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilaksanakan persaingan sehat dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi para dunia usaha untuk ikut berpartisipasi dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa, maka perlu diadakan perbaikan sistim pengadaan barang/jasa terhadap metode/sistim pemilihan penyedia barang/jasa cukup dilaksanakan dengan pelelangan umum terhadap para penyedia barang/jasa yang setara. Untuk sistim penunjukan langsung sebaiknya dilaksanakan pada pekerjaan yang bersifat darurat atau karena bencana alam. sehingga dapat mendukung persaingan usaha yang sehat sebagaimana yang telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Formulasi keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagai implementasi kebijakan publik tidak konsisten dengan asas dan tujuan pengadaan barang itu sendiri, antara lain terbuka dan bersaing, adil / tidak diskriminatif, sementara dalam metode pemilihan penyedia barang / jasa masih dilaksanakan dengan sistem penunjukkan langsung, pelelangan terbatas dan pelelangan umum, cara seperti ini justru akan mempersempit persaingan sehat dan menumbuhkan persaingan tidak sehat / tidak kompetitif, tidak adil dan diskriminatif. Sebaiknya proses pengadaan barang dan jasa dilaksanakan dengan prinsip efisien, efektif, terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif. Untuk menentukan penyedia barang dan jasa perlu dirubah sistim atau peraturannya tidak perlu lagi menggunakan penunjukan langsung, pemilihan langsung dan pelelangan terbatas lebih baik menggunakan metode pelelangan umum.

Rumusan Masalah :
1. Mengapa Pola Hukum Administrasi Pengadaan barang dan Jasa menurut Keppres 80/2003 tidak/kurang mampu menekan adanya Persengkokolan dalam tender ? 
2 Bagaimana  dampak pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebelum dan sesudah  Kepres Nomor 80 Tahun 2003.  
3  Bagaimana formulasi Kepres Nomor 80 Tahun 2003 agar sejalan dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.  

Penataan Tanah Perkotaan Dalam Upaya Meningkatkan Daya Guna Dan Hasil Guna Penggunaan Tanah Melalui Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) Di Denpasar Utara - Bali

Abstract
Dinamika pembangunan mengakibatkan kebutuhan akan tanah semakin meningkat sedang persediaan tanah terbatas, seperti yang terjadi di Kelurahan Tonja dan Desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, hal ini menyebabkan dilakukan pembangunan proyek peningkatan jalan arteri Denpasar melalui konsolidasi tanah perkotaan sebagai implementasi Rencana Tata Ruang Kota yang dipandang mampu mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pelaksanaan konsolidasi tanah (Land Consolidation) perkotaan yang terjadi di kelurahan Tonja dan desa Dangin Puri Kaja, kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Propinsi Bali dan mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dan cara penyelesaiannya serta mengetahui manfaat yang diperoleh pemilik tanah yang terkena konsolidasi tanah (Land Consolidation) dan Pemerintah Kota Denpasar. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, spesifikasi penelitian dengan menggunakan deskriptif analitis, sedangkan populasinya yaitu semua pihak yang terkait dengan penataan tanah perkotaan dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penggunaan tanah melalui konsolidasi tanah (land consolidation) di Denpasar Utara, Bali dengan menggunakan cara non-random guna mendapatkan sampel, kemudian data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan konsolidasi tanah (Land Consolidation) perkotaan di kelurahan Tonja dan desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara didahulukan dengan pelepasan hak tanah sawah kepada tanah negara, setelah ditata kemudian diredistribusikan kepada para pemilik tanah, hambatan yang dihadapi antara lain susahnya mengumpulkan pemilik tanah untuk mengadakan musyawarah, sehingga dibutuhkan kesabaran dari panitia konsolidasi. Manfaat yang diterima pemilik tanah adalah nilai tanahnya meningkat, bagi Pemerintah Kota Denpasar berhasil mewujudkan tata ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Denpasar sementara bagi Kantor Pertanahan Kota Denpasar telah terlaksana tertib administrasi pertanahan. Pelaksanaan konsolidasi tanah (Land Consolidation) perkotaan yang terjadi di kelurahan Tonja dan desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara berlangsung dengan partisipasi aktif dari pemilik tanah sehingga hambatanhambatan yang ada mampu diselesaikan dengan baik serta manfaat yang diidamidamkan dapat dinikmati bersama.


Rumusan Masalah :
1. Bagaimana pelaksanaan Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) Perkotaan di Kelurahan Tonja dan Desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, kota Denpasar? 
2. Hambatan-hambatan apa yang terjadi dan cara penyelesaiannya?  
3. Manfaat apa yang diperoleh pemilik tanah yang terkena Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) dan Pemerintah Kota Denpasar?  

Model Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaaan Sumberdaya Ikan Demersal (Studi Empiris Di Kota Tegal), Jawa Tengah

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi hasil tangkapan dan upaya pada tingkat tangkapan maksimum lestari (MSY), Maximum Economic Yield (MEY) dan Open Acces (OA). MSY, MEY dan OA merupakan indikator bioekonomi yang akan digunakan untuk memformulasikan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan perikanan di Kota Tegal. Penelitian ini khusus menggunakan jaring arad (mini trawl) sebagai pendekatan untuk analisis stok sumberdaya ikan demersal. Alat analisis yang digunakan adalah model bioekonomi Schaefer dan Fox (Anderson, 1986). Model Fox lebih sesuai untuk mengestimasi stok ikan demersal di Kota Tegal. Selanjutnya analisis dalam penelitian ini menggunakan model Fox. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tangkapan dan upaya pada tingkat Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 5.530 ton/tahun dan 20.823 trip/tahun. Sementara estimasi nilai Maximum Economic Yield (MEY) dan Open Acces (OA) pada tingkat 5.376 ton/tahun ; 16.258 trip/tahun.dan 3.469 ton/tahun ; 47.860 trip/tahun. Profitabitas jaring arad sebesar RP. 81.913/trip. Analisis dengan model Fox menunjukan bahwa sudah terjadi tangkapan lebih (overfishing) sejak tahun 1997 dengan tingkat pemanfaatan sebesar 149,92 % . Beberapa bentuk pengelolaan perikanan yang diajukan dalam penelitian ini diantaranya adalah: pembatasan kuota penangkapan ikan pada tingkat MSY sebesar 296 Kg/Trip dan untuk MEY 331 Kg/Trip ; kebijakan terhadap lebar ukuran mata jaring ; upaya konservasi ; kontrol terhadap musim/daerah penangkapan ikan (spawning ground dan fishing ground) ; penggiliran dalam melakukan penangkapan ikan (fishing with alternate day) ; pembatasan penerbitan izin penangkapan bagi kapal baru, ; Co-management diantara stakeholders ; Penegakan hukum (enforcement) dan pengawasan (surveilance) dan Fisheries Information System (FIS) perikanan tangkap sebagai dasar kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal.

Rumusan Masalah :
1. Apakah sumberdaya ikan di Kota Tegal masih layak untuk dieksploitasi ? 
2. Bagaimana upaya yang optimal dalam melakukan usaha penangkapan ikan? 
3. Berapa produksi yang optimal dalam usaha penangkapan ikan? 
4. Bagaimana profitabilitas usaha penangkapan ikan dengan jaring arad ? 
5. Bagaimana kebijakan yang tepat dalam mengelola sumberdaya ikan demersal di Kota 
Tegal?

Pemilihan Kode Dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik Pada Masyarakat Jawa Di Kota Bontang Kalimantan Timur

Abstract
Kajian tentang bahasa yang dihubungkan dengan faktor sosial merupakan suatu kajian yang sangat menarik. Dengan adanya perpindahan penduduk dari satu propinsi ke propinsi lainnya, maka terdapat sebuah interaksi pada masyarakat pendatang dan masyarakat lokal yang menimbulkan kontak bahasa. Kontak bahasa pada masyarakat pendatang yang memunculkan bermacam-macam kode bahasa dan gejala alih kode dan campur kode tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan wujud variasi dan faktor penentu pemilihan kode, alih kode, dan campur kode pada tuturan masyarakat tutur Jawa di kota Bontang propinsi Kalimantan Timur, serta faktor-faktor sosial yang menjadi penentu alih kode dan campur kode. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori masyarakat tutur yang dikemukakan oleh Fishman (1972), kedwibahasaan yang diajukan oleh W.F. Mackey (1972), komponen tutur yang dicetuskan oleh Dell Hymes (1974), kode yang dikemukakan oleh Wardhaugh (1986), dan alih kode dan campur kode yang dirumuskan oleh Hudson (1996). Penelitian deskriptif ini menggunakan pendekatan Sosiolinguistik dan merupakan sebuah penelitian lapangan. Ancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ancangan kualitatif. Metode observasi dan wawancara merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data. Data dalam penelitian ini berupa tuturan masyarakat pendatang di kota Bontang yang di dalamnya mengandung unsur campur kode dan alih kode. Dengan menggunakan metode korelasi/padan dalam menganalisis data, diperoleh hasil penelitian berupa macam-macam kode bahasa dan faktor-faktor yang menentukan, bentuk alih kode dan campur kode, serta faktor-faktor sosial penentu alih kode dan campur kode. Kode yang ditemukan pada masyarakat tutur Jawa di kota Bontang adalah kode berupa Bahasa Indonesia (BI), Bahasa Jawa (BJ), Bahasa daerah lain (BL), dan Bahasa asing (BA), dengan faktor-faktor penentu berupa (1) ranah, (2) peserta tutur, dan (3) norma. Pada alih kode dengan kode dasar BI, muncul variasi alih kode BJ dan BA. Pada alih kode dengan kode dasar BJ, muncul variasi alih kode BI. Campur kode pada masyarakat tutur Jawa memunculkan campur kode dengan kode BI, BJ, BA dan BL. Didasarkan pada jenis situational code-switching, perubahan bahasa terjadi karena (1) perubahan situasi tutur, (2) kehadiran orang ketiga, dan (3) peralihan pokok pembicaraan, sedangkan pada metaphorical codeswitching perubahan bahasa terjadi karena penutur ingin menekankan apa yang diinginkannya. Campur kode terjadi karena (1) keterbatasan penggunaan kode, dan (2) penggunaan istilah yang lebih populer. Berkenaan dengan hasil penelitian, penulis menyarankan agar penelitian mengenai pemilihan kode pada masyarakat tutur Jawa di kota Bontang perlu ditindaklanjuti dengan ruang lingkup yang lebih sempit agar analisis yang dilakukan dapat mencapai hal yang lebih mendasar pada masalah pemilihan bahasa.

Perjanjian Jual Beli Perumahan Yang Memuat Klausula Eksonerasi Di Kabupaten Bekasi

Abstract
Dalam pelaksanaannya pemerintah telah menetapkan pedoman pengikatan jual-beli rumah melalui Keputusan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) No. 09/Kept/M/1995 yang menegaskan bahwa pengembang wajib melaksanakan pendirian bangunan sesuai waktu yang telah diperjanjikan menurut gambar arsitektur, denah, dan spesifikasi teknik bangunan yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjanjian pengikatan jual-beli rumah tersebut. Penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya persyaratan-persyaratan yang terdapat dalam perjanjian standar jual beli rumah dibuat oleh pebisnis real estate sah ataukah tidak sah ditinjau dari hukum perjanjian. Mengetahui bahwa klausula eksonerasi yang tercantum dalam perjanjian standar melanggar ataukah tidak ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan didukung data primer dari lapangan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klausula eksonerasi yang terdapat dalam perjanjian jual beli perumahan di Kabupaten Bekasi dalam perspektif kebebasan membuat perjanjian (freedom of contract) tidak memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian secara yuridis materiil perjanjian baku tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat. Klausula eksonerasi yang dicantumkan oleh pengembang dalam perjanjian jual beli rumah yang berisi ketentuan pengalihan tanggung jawab, tindakan berupa pembatalan sepihak dan pengembang tidak mengembalikan uang yang dibayarkan oleh pembeli adalah melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf, a, c dan d Undang-undang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini. Terhadap pengetahuan konsumen tentang Undang-undang perlindungan konsumen yang melindungi hak-hak mereka  
Rumusan Masalah :
1) Apakah kontrak baku jual-beli perumahan yang terdapat dalam klausula eksonerasi melanggar ketentuan klausula baku sebagaimana di atur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.  
2) Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi wanprestasi kontrak baku dalam jual beli perumahan yang terdapat dalam klausula eksonerasi ?  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Isi Buku Tamu Ya....!


ShoutMix chat widget
 
Powered by Blogger