Abstract
Perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang membuatnya. Artinya, perjanjian tersebut berlaku dan mengikat bagi para pihak secara hukum. Dari banyaknya masalah kredit macet akhir-akhir ini yang dapat mengganggu lancarnya roda perekonomian, maka perlu kiranya dibahas, dipelajari tentang masalah adanya Grosse Akta, untuk memenuhi kebutuhan manusia di dalam masyarakat. Grosse Akta Notaris yang mana dalam penerapan hukumnya sejak jaman penjajahan Belanda sampai dengan Indonesia dalam tiga dekade (Orla, Orba, dan Reformasi) terdapat ketidaksamaan.Dapat dikatakan penyamaan persepsi tentang pelaksanaan Grosse Akta Notaris sejak jaman penjajahan sampai dengan merdeka tidak pernah terwujud, bahkan saat ini pada kenyataannya sangat tergantung dari situasi, kondisi dan kepentingan pribadi dari pejabat pemerintah secara subyektif. Tujuan dari penelitian ini, adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk akta pengakuan hutang yang dipakai oleh Bank dengan nasabah debiturnya, untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang di Kota Semarang, serta mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh apabila grosse akta pengakuan hutang tidak dapat langsung dimintakan eksekusi. Dalam penelitian ini, digunakan metode pendekatan Yuridis Empiris, dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang terdapat 2 hambatan, yaitu: terjadi perbedaan jumlah hutang yang akan dimohonkan eksekusi, dan dalam grosse akta pengakuan hutang terdapat persyaratan lain yang berbentuk perjanjian. Dalam praktek notaris mungkin terjadi bahwa jumlah hutang adalah berbeda dengan antara grosse akta pengakuan hutang dengan kenyataan yang ada karena debitur dalam kenyataannya baru mengambil sebagian kreditnya atau debitur telah melakukan beberapa angsuran pembayaran. Upaya hukum yang akan ditempuh apabila permohonan eksekusi pengakuan hutang tidak dapat dilaksanakan maka bank dapat menjual benda jaminan terhadap benda jaminan bergerak bertubuh dan seperti deposito, dapat juga mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri. Bila bank lebih menyukai cara damai maka dibuat perjanjian perdamaian dengan debitur dihadapan notaris. Dapat disimpulkan bahwa dalam suatu pengikatan hutang, bentuk perjanjian pengakuan hutang yang dipilih oleh Bank adalah notariil, adanya hambatan tentang perbedaan jumlah hutang yang akan dimohonkan eksekusi, dan dalam grosse akta pengakuan hutang terdapat persyaratan lain yang berbentuk perjanjian dan Upaya hukum yang akan ditempuh apabila permohonan eksekusi pengakuan hutang tidak dapat dilaksanakan dengan mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri atau dengan membuat perjanjian perdamaian antara kreditur dengan debitur di hadapan notaris.
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana bentuk akta pengakuan hutang yang dipakai oleh Bank dengan debiturnya?
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang di Kota Semarang?
3. Bagaimanakah upaya hukum yang harus ditempuh apabila grosse akta pengakuan hutang tidak dapat langsung dimintakan eksekusi?
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Comment Anda