Sabtu, 11 Juni 2011

Pembiayaan Syariah Dengan Prinsip Bagi Hasil Menurut UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Dari Sudut Pandang Hukum Islam

Abstract

Pada tanggal 17 Juni 2008, perbankan syariah memasuki babak baru dalam industri perbankan di Indonesia. Pada tanggal tersebut DPR secara resmi mengesahkan RUU Perbankan Syariah menjadi Undang-Undang. Pengesahan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan salah satu jawaban atas makin pesatnya pertumbuhan industri perbankan syariah di tanah air. Salah satu prinsip utama dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil yang memiliki perbedaan karakter cukup mendasar dengan bank konvensional yang berdasarkan bunga hingga prinsip bagi hasil merupakan ruh dari perbankan syariah. Meski begitu dalam prakteknya komposisi pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil ternyata masih jauh dari yang diharapkan, saat ini total komposisi pembiayaan mudharabah dan musyarakah di perbankan syariah ternyata tidak mencapai angka 40% sehingga masih kalah jika dibandingkan produk pembiayaan lain. Dalam tesis ini penulis tertarik untuk meneliti dua hal : (1) Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pembiayaan syariah dengan Prinsip Bagi Hasil menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta (2) Apa kendala-kendala yang dihadapi perbankan syariah dalam penerapan pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Standar normatifitas penelitian ini adalah ushul fiqh , terutama untuk mengetahui sejauh mana pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil menurut UU No. 21 tentang Perbankan Syariah tersebut sesuai dengan Hukum Islam (syariat). Dari hasil penelitian tesis ini ditemukan bahwa pembiayaan syariah dengan transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah merupakan salah satu bentuk pembiayaan dalam UU No.21 tentang Perbankan Syariah. Dalam sistem keuangan bagi hasil, tidak ada jaminan keuntungan dari usaha yang dibiayai sehingga kreditur pun harus menanggung kerugian debitur jika ia merugi, sedangkan dalam pinjaman berbunga seorang debitur harus mengembalikan pokok pinjaman ditambah bunga tanpa memedulikan apakah ia untung atau rugi. Meski transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah tidak merujuk langsung pada Al Quran dan Sunnah tetapi sebagai alternatif pembiayaan non ribawi bentuk kerjasama ini telah diterima Islam sebagai instrumen utama untuk mengembangkan jaringan perdagangan. Sebagaimana skema pembiayaan yang lain, skema pembiayaan bagi hasil juga memiliki kelemahan dalam penerapannya terutama berkaitan dengan besarnya resiko yang meliputi resiko pembiayaan, resiko pasar dan resiko operasional. Untuk meminimalisir resiko UUPS mewajibkan semua perbankan Syariah menerapkan manajemen resiko. Kendala penerapan pembiayaan ini terutama berkaitan dengan masalah keagenan yaitu asimetric information, moral hazard dan adverse selection (seleksi yang merugikan). Dalam prakteknya kendala-kendala ini diantisipasi dengan penerapan Incentive-compatible constraint.

Rumusan Masalah :
Bagaimana penerapan pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil pada perbankan syariah? 
Apa kendala-kendala yang dihadapi perbankan syariah dalam penerapan pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil ?     

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Comment Anda

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Isi Buku Tamu Ya....!


ShoutMix chat widget
 
Powered by Blogger