Selasa, 31 Mei 2011

Analisis Yuridis Kontrak Dagang Antara Perusahaan Farmasi Dengan Distributor Obat-Obatan

Abstract
Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi obatobatan secara nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan pada umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan dan bagaimana produk yang dihasilkan dapat dipasarkan sampai pada konsumen. Pemasaran produk tersebut dapat dilakukan oleh pembantu pengusaha yaitu distributor. Secara yuridis pada transaksi antara perusahaan farmasi dengan distributor sebenarnya merupakan perjanjian jual beli beserta akibat hukumnya yaitu perjanjian pendistribusian, dimana pihak distributor harus membeli terlebih dahulu obat-obatan tersebut selanjutnya dipasarkan ke berbagai tempat. Tujuan dari tesis ini adalah meneliti dan menganalisis bagaimana bentuk kontrak dagang yang dibuat antara perusahaan farmasi dengan distributor obat-obatan dan bagaimana pula pelaksanaan kontrak dagang tersebut serta menganalisis hambatanhambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kontrak dagang antara perusahaan farmasi dengan distributor obat-obatan. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode yuridis empiris, meliputi penelitian terhadap aturan-aturan yang berlaku untuk mengetahui seberapa jauh aturan hukum tersebut telah diterapkan yang didukung oleh data sekunder dan data primer. Hasil penelitian kontrak dagang antara perusahaan farmasi dengan distributor obat-obatan adalah sebagai berikut : 1.a. Kontrak dagang antara PT Phapros Tbk sebagai produsen obat-obatan dengan PT Rajawali Nusindo sebagai distributor dibuat atas dasar kesepakatan para pihak, merupakan perjanjian timbal-balik untuk mendistribusikan obat-obatan. Jadi bukan merupakan suatu perjanjian baku atau standart contract. Kesepakatan tersebut dituangkan pada perjanjian tertulis sebagai suatu kontrak dagang yang intinya adalah bahwa PT Phapros Tbk sebagai produsen obat-obatan menyerahkan hasil produksinya untuk dipasarkan oleh PT Rajawali Nusindo sebagai distributor yang ditunjuk. b. Pelaksanaan Kontrak Dagang Pada Pendistribusian Obat-obatan. - PT.Phapros Tbk dan PT. Rajawali Nusindo menyepakati tentang harga obatobatan yang akan dipasarkan. - PT.Rajawali Nusindo membeli obat-obatan kepada PT.Phapros Tbk. - PT.Phapros Tbk sebagai produsen menyerahkan obat-obatan untuk dipasarkan oleh PT Rajawali Nusindo sebagai distributor. - PT.Phapros Tbk harus mengasuransikan obat-obatan tersebut. - Kontrak yang diadakan bersifat tetap dan terus menerus. 2. Hambatan yuridis pelaksanaan kontrak dagang antara perusahaan farmasi dengan distributor obat-obatan: - kontrak pendistribusian obat-obatan yang telah disepakati dalam praktek sering ditafsirkan lain oleh masing-masing pihak, sehingga terjadi kekeliruan penerapan perjanjiann yang telah dibuat. – kontrak pendistribusian yang disepakati dalam penyediaan obat-obatan sering tidak terpenuhi karena bahan baku yang di impor dari luar negeri sering terlambat. 

Pembangunan Kawasan Industri Menurut Kajian Hukum Lingkungan

Abstract
Pembangunan Kawasan Industri Candi di Jalan Gatot Subroto Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang yang dimulai pada tahun 1995/1996 setelah mendapatkan ijin dari Pemerintah, dalam perjalanannya telah melakukan penyimpangan-penyimpangan perijinannya, penyimpangan Site Plan, penyimpangan penguasaan lahan, penyimpangan golongan galian C, penyimpangan tataguna lahan. Penyimpangan itu diketahui sejak tahun 2003, kemudian Pemerintah melalui Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Semarang, memberitahukan kepada Pemrakarsa, bahwa dengan pelanggaran-pelanggaran tersebut, mewajibkan kepada PT IPU selaku pemrakarsa Kawasan ini, untuk membuat kajian ulang sebelum melakukan pembangunan kawasan selanjutnya. Penulisan Tesis dengan judul PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI MENURUT KAJIAN HUKUM LINGKUNGAN (Studi Kasus Kawasan Industri Candi di Kota Semarang) ini, didasari kepada pelaksanaan pembangunan kawasan industri yang diprakarsai oleh PT IPU, telah menimbulkan dampak luas bukan hanya kepada masyarakat sekitar kawasan saja, melainkan juga kepada masyarakat umum kota Semarang, antara lain Masyarakat petani tambak di kawasan pantai utara kota Semarang, masyarakat perumahan yang berdekatan dengan aliran sungai silandak, masyarakat umum pengguna jasa transportasi udara dan transportasi darat (kereta Api, Bus) khususnya pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau dampak yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan adalah adanya penurunan Debit air bawah tanah yang terus merosot akibat pembangunan / pembuatan Sumur Air Bawah Tanah di Kawasan Industri yang tidak terkendali, debu yang mengguyur sekitar kawasan Industri Candi ini, merosotnya kuwalitas kesehatan masyarakat sekitar, merosotnya kesuburan tanah yang menyebabkan menurunnya kemampuan resapan air atau kemampuan konservasi kawasan sekitar. Pembangunan kawasan Industri candi di kawasan Jalan Gatot Subroto Ngaliyan Semarang dari sisi perijinannya telah terjadi pelanggaran, karena pembangunan yang sampai sekarang masih berjalan, tidak mempunyai dasar perijinan yang resmi, dari institusi tehnis Pemerintah kota Semarang, maka perlu dilakukan langkah-langkah hokum yang jelas yang beupa peninjauan kembali perijinannya, pemberian sanksi secara hokum yang jelas, dan transparan kepada publik.


Rumusan Masalah :


1. Bagaimana proses  perijinannya sebelum dilakukan pembangunan kawasan Industri Candi 
di Jalan Gatot Subroto Semarang, menurut hukum lingkungan.  
2. Kendala-kendala apa saja yang terjadi  dalam proses pembangunan Kawasan Industri Candi di 
Jalan Gatot Subroto Ngaliyan, Semarang .  
3. Bagaimana dampak pembangunan kawasan Industri Candi Gatot Subroto terhadap usahausaha pelestarian dan penyelamatan  lingkungan. 
4. Bagaimana pembangunan  kawasan Industri dari aspek hukum lingkungan. 

Penyelesaian Sengketa Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPRD Pontianak

Abstract
Pergantian antar waktu anggota Legistlatif Daerah (DPRD), pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan sistem penempatan anggota legislatif itu sendiri. Fenomena PAW ini seringkali menimbulkan sengketa hukum di kemudian harinya, khususnya oleh salah satu pihak (umumnya adalah mereka yang dikenakan pemecatan dan/atau penggantian) yang merasakan ketidakadilan atas apa yang terjadi dengan jabatan mereka. Pihak-pihak yang merasa dirugikan ini dalam memperjuangkan ‘ketidakadilan’ yang dialaminya, umumnya menempuh upaya hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Bertolak dari uraian tersebut, maka muncul permasalahan yang mendapat perhatian, yaitu: (1) Apakah dasar hukum pergantian antar waktu anggota DPRD, (2) Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi terjadinya sengketa, (3) Bagaimanakah upaya penyelesaian sengketa-sengketa pergantian antar waktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), (4) Bagaimana pergantian antar waktu dalam struktur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang ideal dalam sistem perwakilan. Dalam memperoleh dan menganalisis data, digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan empiris. Dalam pembahasan terlihat bahwa pergantian antar waktu (PAW) seorang anggota DPRD dilakukan dengan mengacu pada aturan dan mekanisme hukum, dalam hal ini UU No. 22 Tahun 2003 dengan operasional pelaksanaannya dalam PP No. 25 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 53 tahun 2005. Mekanisme PAW juga diatur dalam Keputusan Mendagri yang tertuang dalam SK No.161.74-55/2008 tanggal 8 Februari Tahun 2008. Latar belakang PAW tentu berbeda-beda antar anggota dewan, mulai dari perpecahan kepengurusan partai politik, tindakan pidana anggota dewan, dan perbedaan pandangan terkait orientasi kepentingan partai politik yang didasarkan pada AD/ART partai. Namun faktor kepentingan pengurus partai politik sangat dominan menentukan PAW tersebut. Salah satu ciri khas yang seringkali dijadikan pijakan dalam penyelesaian sengketa PAW melalui PTUN adalah, dalam PTUN dikenal adanya Prosedur Penolakan (Dismissal prosedur). Prosedur penolakan merupakan suatu kekhususan dari Hukum Acara Peradilan Administrasi, karena prosedur seperti ini tidak dikenal dalam proses Hukum Acara Perdata. Dalam prosedur Penolakan ini Ketua Pengadilan melakukan pemeriksaan dalam Rapat Pemusyawaratan. Ketua tersebut berwenang menyatakan suatu gugatan tidak diterima dengan alasan gugatan tidak mempunyai dasar. Apabila kita cermati prosedur PAW selama ini, maka penulis berpendapat, untuk prosedur yang ideal adalah, perlu dilakukan pembenahan dalam internal partai sebagai sebab dominan timbulnya sengketa untuk meminimalisir kemungkinan timbulnya sengketa terhadap ketetapan PAW. Sehingga jika tetap timbul sengketa terhadap Surat Ketetapan Eksekutif terkait PAW tersebut, maka perlu dipahami bersama bahwa Eksekutif dalam hal ini Gubernur dan Bupati hanya sebatas mengesahkan, sedangkan pertimbangkan pada pokoknya ada pada internal partai. 

Kedudukan Mamak Kepala Waris Dalam Harta Pusaka Tinggi

Abstract
Harta pusaka tinggi di Minangkabau merupakan harta yang diperoleh secara turun temurun. Dalam adat Minangkabau disebutkan “dari niniak turun ka mamak dari mamak turun ka kamanakan” dan pada prinsipnya harta tersebut tidak dapat diperjualbelikan dan tidak boleh digadaikan. Harta pusaka itu didapat dari hasil “mamancang dan malatih” dari orang tua-tua terdahulu untuk dipergunakan dan dimanfaatkan oleh anggota kaum untuk kesejahteraan keluarga, terutama sekali para anak kemenakan. Keberadaan harta pusaka sangatlah penting, karena harta tersebut selain kebanggaan suku juga merupakan status sosial bagi kaum yang memilikinya. Mamak kepala waris adalah nama jabatan dalam suatu kaum yang bertugas memimpin seluruh anggota kaum dan mengurus, mengatur, mengawasi serta bertanggung jawab atas hal-hal pusaka kaum. Dalam dinamikanya masyarakat hukum adat tidak dapat terlepaskan dari berbagai perubahan yang terjadi, baik yang berasal dari internal maupun eksternal masyarakat adat itu sendiri. Maka dalam konteks inilah Kedudukan Mamak Kepala Waris dan faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran peran mamak kepala waris perlu di kaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris dengan Spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mamak kepala waris mempunyai kewenangan untuk mengurus, mengatur, mengawasi dan bertanggungjawab atas harta pusaka tinggi kaum. Dalam konteks ini seorang mamak dalam kedudukannya selaku Mamak Kepala Waris yang akan mengelola atau mengatur pengelolaan harta pusaka kaumnya. Dan berwenang untuk mewakili kaumnya keluar maupun kedalam pengadilan. Dalam perkembangannya telah terjadi pergeseran terhadap peran mamak kepala waris yang disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: perubahan sistem perkawinan dari sumando bertandang kepada sumando menetap, keluarnya anggota kaum dari rumah inti (rumah gadang), budaya merantau, perubahan pola pikir dan pekerjaan dari mamak kepala waris.  
Rumusan Masalah :
1. Bagaimanakah kedudukan mamak kepala waris dalam harta pusaka tinggi 
di Nagari Matur Mudiak Kecamatan Matur Kabupaten Agam Propinsi 
Sumatera Barat, dewasa ini ? 
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran peranan 
mamak kepala waris dalam harta pusaka tinggi di Nagari Matur Mudiak 
Kecamatan Matur Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat ?

Faktor Risiko Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka

Abstract
Malaria merupakan penyakit menular dan mematikan yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis . Di Indonesia saat ini malaria masih menjadi masalah, rata-rata kasus diperkirakan 15 juta kasus klinis per tahun. Di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2007 AMI (Anual Malaria Incidence) 36,74 per 1000 penduduk, angka SPR (Slide Positive Rate) 38,51 %. Kabupaten Bangka AMI sebesar 63,79 per 1000 penduduk dan SPR 58,30%. Untuk Puskesmas Kenanga sendiri AMI 23,42 per 1000 penduduk dan SPR 25,90%. Tujuan penelitian menganalisa faktor kejadian malaria dan mengukur besarnya berbagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka. Penelitian ini menggunakan desain case control atau retrospective study , untuk mencari hubungan faktor risiko meliputi lingkungan dalam rumah, lingkungan luar rumah dan perilaku (praktik) mempengaruhi terjadinya penyakit (cause-effect relationship) malaria. Kelompok kasus adalah semua orang yang dinyatakan malaria klinis, sedangkan kontrol adalah semua orang yang dinyatakan bebas malaria. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 152 orang responden, sampel kasus diambil secara acak sebanyak 76 orang dan kontrol juga 76 orang. Hasil analisis bivariat yang menjadi faktor risiko adalah : kerapatan dinding (OR= 5,11, 95% Cl= 2,419-10,787), kasa pada ventilasi (OR= 6,50, 95% Cl= 3,197-13,215), kondidi langit-langit (OR= 4,72, 95% Cl= 2,378-9,371), genangan air (OR= 3,128, 95% Cl= 1,611-6,075), keluar malam hari (OR= 4,69, 95% Cl= 2,369-9,303), dan menggunakan kelambu (OR= 7,84, 95% Cl= 3,427-17,969). Dari analisis multivariat didapatkan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian malaria adalah: kerapatan dinding, keberadaan kasa, keberadaan langitlangit, kebiasaan di luar rumah malam hari, dan penggunaan kelambu. Faktor yang paling dominan adalah keberadaan kain kasa pada ventilasi dengan p= 0,0001 Confidence Interval (CI) 95% = 2,234-13,786. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bila diding rumah tidak rapat, ventilasi tidak punya kasa, rumah tidak punya langit-langit, diluar rumah malam hari dan tidur tidak memakai kelambu memiliki probabilitas/ kemungkinan berisiko terkena malaria sebesar 97 %. Untuk memperkaya hasil penelitian, diharapkan ada penelitian sejenis memfokuskan penelitian terhadap faktor-faktor lain yang belum ada dalam penelitian ini.  

Rumusan Masalah :

Faktor Risiko Fisik apa Saja yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung ? 

Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Pemegang Gadai Dan Pihak Ke Iii Dalam Perjanjian Gadai Terhadap Barang Jaminan Di Perum Pegadaian

Abstract
Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan pinjaman uang/kredit kepada para nasabah yang didasarkan pada hukum perjanjian gadai, yaitu didahului dengan adanya perjanjian kredit antara kreditur dan debitur dalam hal pinjam meminjam uang yang kemudian diikuti dengan penyerahan benda bergerak sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Gadai merupakan hak kebendaan yang selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan akan tetap ada meskipun benda itu jatuh ketangan orang lain. Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui apakah sah perjanjian gadai terhadap barang yang digadaikan bukan milik pemberi gadai dan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi kreditur pemegang gadai dan pemilik barang yang barangnya tanpa sepengetahuannya digadaikan oleh debitur. Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, dengan spesifikasi deskriptif analistis, data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Dari hasi penelitian dalam praktek gadai di perum pegadaian, pihak pegadaian menerima barang bergerak kecuali yang tidak diatur dalam pasal 6 Aturan Dasar Pegadaian (ADP). Pelaksanaan perjanjian gadai di perum pegadaian cabang Depok Semarang calon nasabah yang membawa barang jaminan untuk digadaikan dianggap sebagai pemilik barang. Namun ada kasus yang terjadi bahwa barang yang digadaikan adalah bukan merupakan barang milik nasabah sendiri, melainkan barang yang didapatkan dari hasil pencurian dan pinjam meminjam. Namun pelaksanaan perjanjian gadai tetap sah karena berdasarkan pasal 1977 ayat (1) bahwa barang yang dikuasainya dianggap sebagai pemiliknya. Dalam kasus barang yang digadaikan adalah hasil pinjam-meminjam dengan penyerahan sukarela maka yang dilindungi oleh hukum adalah pemegang gadai yaitu pihak pegadaian yang didasarkan pada pasal 1152 ayat (4) dan pasal 1977 ayat (1). dan pemilik barang sebenarnya dapat menuntut kembali barangnya dengan melunasi hutang debitur sedangkan untuk barang yang digadaikan adalah barang curian yang dilindungi oleh hukum adalah pemilik barang sebenarnya (eigenaar) mempunyai hak untuk menuntut kembali barangnya selama 3 tahun (revindikasi), yang peraturannya didasarkan pada pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata.


Rumusan Masalah :
1. Apakah sah perjanjian gadai terhadap barang yang digadaikan bukan milik 
pemberi gadai ? 
2. Bagaimana perlindungan hukumnya bagi kreditur pemegang gadai dan 
pemilik barang yang barangnya tanpa sepengetahuannya digadaikan ?

Konsep Sistem Informasi Terpadu Berbasis Strategy Maps Dan Balanced Scorecard Dalam Pembangunan Infrastruktur Dasar Perkotaan

Abstract
Pembangunan infrastruktur di Jalan Pahlawan Semarang akan berhasil apabila direncanakan dan dibangun dengan menggunakan sistem pembangunan infrastruktur terpadu yang didukung dengan sistem informasi high technology, yaitu sistem informasi terpadu yang berbasis SMBS (Strategy Maps and Balanced Scorecard) - yang ditemukan oleh Kaplan dan Norton (1996,2004), untuk menunjang semua aktivitas lapisan masyarakat. Tentunya diharapkan keseriusan partisipasi dari semua lapisan masyarakat untuk ikut mensukseskannya. Untuk mampu menerapakan perencanaan teknologi, maka negara berkembang biasanya perlu mempertimbangkan 5 (lima) fungsi dasar kelembagaan yaitu pengaturan riset, pendidikan dan pelayanan, kepemimpinan dan pembaharuan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan riset dasar. Perencanaan kota (penggunaan lahan dan perencanaan fisik) berkesinambungan yang bersifat jangka panjang, komprehensif, dan bersifat holistic. Dan pelaksanaan suatu perencanaan kota merupakan usaha yang bersifat memastikan bahwa sebuah perencanaan kota akan dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta. Penerapan teknologi SMBS dalam perencanaan kota meliputi bidang telekomunikasi, transportasi dan ilmu pengetahuan, akan dapat mempermudah dan memperbaiki kualitas kehidupan rakyatnya. Analisis rancangan pengelolaan sistem informasi terpadu yang berbasis SMBS ini merupakan hasil jawaban dari responden yang dijadikan sampel pada penelitian yang menggunakan skala likert, dimana berhubungan dengan setuju atau tidak setuju dari responden.


Rumusan Masalah :



Bagaimanakah Sistem Informasi Terpadu Berbasis 
Strategy Maps  dan Balanced Scorecard dalam pembangunan infrastruktur dasar 
perkotaan pada Koridor Jalan Pahlawan di Kota Semarang dan bagaimana 
implikasinya dalam kebijakan pembangunan infrastruktur terpadu di koridor Jalan 
Pahlawan Semarang?

Senin, 30 Mei 2011

Towards a theory of marketing systems

JURNAL : Roger A. Layton

Abstract

Purpose – As specialisation takes root in human communities, the economics of scale and of
diversity come into play. Scale leads to product markets, specialised firms, channels, and to industries.
Diversity generates peasant markets, shopping malls, and business eco-systems. These outcomes are
all examples of marketing systems, and are typical of the patterns that emerge, grow, adapt and evolve
in complex transaction flows. Marketing systems are multi-level, path dependent, dynamic systems,
embedded within a social matrix, and interacting with institutional and knowledge environments. The
purpose of this paper is to outline a number of propositions that might serve as a basis for a theory of
marketing systems.
Design/methodology/approach – The paper draws on historical research into the evolution of
exchange and on examples of markets and exchange practices from marketing, anthropology,
sociology, and economics. It utilises results from complex adaptive systems theory, from the networks
and markets literatures, and from ecology, to formulate a series of propositions that identify properties
believed to be common to all marketing systems.
Findings – Marketing systems are identified and categorized as emergent patterns in flows of
transactions. In total, 12 foundational propositions are suggested. The propositions are
complementary to those suggested by S-D logic.
Originality/value – This paper offers a fresh approach to the study of marketing systems,
developing relevant theory. Marketing systems link micro choices with macro outcomes, with
implications ranging from disaster recovery to distributive justice and QOL outcomes.


Keywords Marketing systems, Marketing theory
Paper type Conceptual paper

The organizational roles of marketing and marketing managers

JURNAL : Osman Go¨k and Gungor Hacioglu

Abstract

Purpose – The purpose of this paper is to design a comprehensive responsibilities inventory for
today’s marketing managers, from which it develops factual inferences for the role of marketing in
corporations.
Design/methodology/approach – A content analysis on online job announcements is used to define
the role inventory of the marketing manager.
Findings – The findings reveal that marketing managers are responsible for six role dimensions in the
organization. The marketing manager’s assigned roles are for the management of promotion-related
activities of the company, rather than for managing othermarketing mix elements. Communicational and
relational (internal and external) role clusters are the most frequently addressed of marketing managers’
responsibilities. Knowledge development and injection of market and marketing knowledge into the
company’s value network is another of the major role dimensions. Increasing financial pressures on
companiesmean that the outcomes ofmarketing actionsmust be measurable, so developing and reporting
performance analysis and financial metrics for marketing activities has become an important part of the
manager’s agenda.
Originality/value – The paper is the first attempt to develop a role inventory for the marketing
manager that embraces proofs, signals, and insights from the practice.


Keywords Marketing, Marketing management
Paper type Research paper

An exploration of key connections within sales-marketing interface

JURNAL : Avinash Malshe

Abstract
Purpose – The paucity of empirical research on the sales-marketing interface necessitates a detailed exploration of linkages that can forge stronger
connection between these two functions. This paper aims to explicate the boundary conditions that may affect the role played by structure, language,
and process linkages in forging sales-marketing connections, and to identify additional linkages that may play an important role in this interface.
Design/methodology/approach – A total of 47 sales and marketing professionals across different organizations in diverse industries were
interviewed.
Findings – The research finds that certain boundary conditions (e.g. organizational hierarchy, time horizon) may influence how structure, language,
and process linkages may operate in this interface. It also extends linkage repertoire by identifying two critical linkages: social and philosophical. Its
managerial contribution lies in stressing the importance of: vertical and horizontal communication bridges; marketing’s flexibility; interpersonal
relationships; and the philosophical bond between the two functions, in forging stronger connections.
Originality/value – This is one of the few qualitative empirical investigations of the sales-marketing interface. It broadens one’s understanding of
sales-marketing linkages, adds to linkage repertoire, and extends the interface literature.


Keywords Sales, Marketing
Paper type Research paper

Why should sustainable finance be given priority?

JURNAL : Clevo Wilson


Abstract

Purpose – The purpose of this paper is to demonstrate that the relatively new concept of sustainable
finance, although very apt and timely, needs to address many major issues for it to be meaningful and
if it is to achieve its desired objectives.
Design/methodology/approach – The study identifies some of the major issues that need to be
clarified and addressed including: defining the kind of sustainability that is envisaged; examining
issues relating to the use of high-discount rates and its compatibility with the goals of sustainability;
the case of excessive pollution due to adverse selection, moral hazard and lobbying; and specialisation
and path dependent systems that are detrimental to future production.
Findings – The paper demonstrates why the concept of sustainable finance is timely and why it is
necessary to take into account the potential major issues that need to be considered and adequately
addressed.
Research limitations/implications – The challenges that lie ahead are many, and the sooner they
are addressed, the more credible and potent sustainable finance will be.
Practical implications – This paper discusses the major issues and examples of pollution and
biodiversity degradation that need to be considered with sustainable finance. The paper also shows
why economic growth without considering pollution impacts and path dependent systems is
detrimental to future production, which violates the concept of sustainable finance.
Originality/value – Sustainable finance is a relatively new concept that is fast becoming important
as financial investments are increasingly required to prove sustainability credentials. However,
despite its increasing popularity many major issues need to be dealt with if this concept is to be truly
meaningful and potent in achieving its objectives.


Keywords Economic sustainability, Finance, Economic growth, Pollution Paper type Research paper

Tingkat efisiensi penggelontoran endapan sedimen di waduk plta pb. Sudirman

Abstract
Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Air ( PLTA ) PB. Soedirman dengan kapasitas terpasang sebesar 3 x 61,5 MW berlokasi di Kabupaten Banjarnegara, dibangun oleh PT. PLN (Persero) dan mulai beroperasi pada tahun 1988. Saat ini dioperasikan dan dikelola oleh anak perusahaan PT. PLN (Persero ) yang bergerak dibidang pembangkitan, yaitu PT. Indonesia Power. Laju sedimentasi yang cukup tinggi dari Sungai Serayu, mengakibatkan endapan sedimen semakin meningkat dari tahun ketahun. Sedimen yang masuk waduk setiap tahun sebesar 4,19 juta 3 m . Hasil pengamatan PT. Indonesia Power sampai tahun 2006, volume air waduk PLTA PB. Soedirman berkurang, dari semula 148,28 juta 3 m menjadi 72,56 juta 3 m ., dan endapan sedimen dalam waduk sudah mencapai 75,72 juta 3 m atau 51,06 % dari volume total waduk. Penggelontoran sedimen telah dilaksanakan oleh Pengelola PLTA PB. Soedirman mulai tahun 1996 sampai dengan tahun 2006, namun total volume sedimen yang digelontor baru sebesar 685.476 3 m . Volume sedimen ini sangat kecil dibandingkan dengan volume sedimen yang masuk ke waduk setiap tahun. Penelitian ini akan menganalisa tingkat efisiensi dari penggelontoran sedimen di PLTA PB.Soedirman. Hasil studi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan penggelontoran sedimen di PLTA PB.Soedirman tidak efisien. Hal ini berdasarkan alasan-alasan dari hasil analisa, antara lain sebagai berikut : - Kecepatan air penggelontor sedimen, ketinggian elevasi permukaan air waduk, serta volume air dan lama waktu penggelontoran sedimen, tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap volume sedimen yang dapat dikeluarkan dari dalam waduk. - Konsentrasi sedimen rata-rata pada saat flushing hanya sebesar 0,0571 - Nilai Flushing efficiency rata-rata dari perhitungan beberapa metode adalah 0,017578 Pelaksanaan Penggelontoran sedimen harus tetap dilaksanakan agar sedimen tidak mengganggu operasi waduk, dan saat yang paling baik berdasarkan analisa pada penelitian ini adalah : - Pada bulan Februari, April, Oktober dan Desember, atau pada bulan basah. - Lama flushing yang paling efektif adalah 15 menit.

Relationalism in marketing channels and marketing strategy

JURNAL : Audhesh K. Paswan, Charles Blankson and Francisco Guzman




Abstract

Purpose – The purpose of this paper is to examine the relationship between marketing strategy
types – aggressive marketing, price leadership and product specialization strategies – and the extent
of relationalism in marketing channels.
Design/methodology/approach – Data were collected using a self-administered survey from
managers responsible for marketing and channels management in US pharmaceutical firms. The
responses to the questions capturing focal constructs were measured using a five-point Likert type
scale. Data were analyzed using Principal Component Analysis and Structural Equation Modeling
procedures.
Findings – Aggressive marketing strategy and price leadership strategy are positively associated
with the level of relationalism in marketing channels. In contrast, product specialization (focus)
strategy is negatively associated with the level of relationalism in marketing channels.
Originality/value – The relationship between marketing strategy and the emergent relationalism
among marketing channel intermediaries is critical for the firm’s ability to meet objectives. This
relationship has not been investigated so far and, from a managerial perspective, managing marketing
channels is critical for successful implementation of marketing strategies.
Keywords Relationship marketing, Marketing strategy, Distribution channels and markets
Paper type Research paper

Penerapan ketentuan harta benda perkawinan karena perceraian menurut undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan

Abstract

Putusnya perkawinan karena perceraian akan menimbulkan akibat terhadap orangtua/anak dan harta benda perkawinan. Ketentuan tentang harta benda perkawinan diatur dalam Pasal 35, 36 dan 37 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam mengadakan penelitian ini, adalah untuk mengetahui penerapan dan pelaksanaan pembagian harta benda perkawinan karena perceraian, menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam praktek di Pengadilan Negeri Semarang. Dalam penelitian ini, ialah menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Spesifikasi penelitian ini, ialah menggunakan penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian dan pembahasan, adalah pada prakteknya di Pengadilan Negeri sudah menerapkan Pasal 35, 36 dan 37 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam perceraian. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa harta bersama adalah hasil pendapatan suami istri yang diperoleh selama perkawinan. Harta benda perkawinan terdiri dari harta bawaan (harta asal) dan harta bersama (gono-gini). Ketentuan dalam pembagian harta benda perkawinan (harta bersama) karena perceraian, adalah bahwa harta bawaan (harta asal) akan kembali kepada masing-masing pihak yang membawanya ke dalam perkawinan. Sedangkan harta bersama (gono-gini) dibagi dua untuk masing-masing pihak istri dan suami. Bila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing, ialah Hukum Agama, Hukum Adat, dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Bagi mereka orang-orang Indonesia Asli yang melangsungkan perkawinaan menurut agama Islam, maka berlaku bagi mereka adalah Hukum Islam. Bagi mereka orang-orang Indonesia Asli lainnya yang melangsungkan perkawinan menurut agama selain Islam, maka berlaku bagi mereka adalah Hukum Adat. Bagi mereka orang-orang Indonesia Asli yang beragama Kristen, orang-orang Timur Asing Cina, dan Warga Negara Indonesia keturunan Cina, maka berlaku bagi mereka adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Integrasi Sebaran Lokasi Smp Dan Sebaran Permukiman Di Kota Pati

Abstract
Pembangungan kawasan permukiman ditujukan untuk mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau disekitarnya. Permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan kota adalah disamping permukiman yang sudah ada, muncul permukiman-permukiman baru yang tersebar di daerah pinggiran yang tidak didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan SMP. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana integrasi sebaran lokasi SMP dan sebaran permukiman di Kota Pati. Tujuannya adalah mengkaji integrasi sebaran lokasi SMP dan sebaran permukiman di Kota Pati Sedangkan sasaran yang akan dilakukan meliputi: (1) sebaran permukiman, (2) sebaran lokasi SMP,(3) sebaran penduduk usia sekolah, (4) pemanfaatan lahan, (5) jaringan jalan, dan (6) analisis integrasi sebaran lokasi SMP dan sebaran permukiman. Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan spasial (keruangan) untuk memahami kondisi sebaran lokasi SMP dan sebaran permukiman. Pendekatan keruangan ini dilakukan dengan melakukan buffer dan overlay peta jangkauan lokasi SMP, peta kebutuhan SMP menggunakan standar peraturan PU 1987 yang telah disahkan menjadi SNI 2004, peta pemanfaatan lahan dan peta jarak dari jalan. Sedangkan data yang dibutuhkan adalah data sekunder berupa sebaran permukiman, sebaran lokasi SMP, jumlah penduduk usia sekolah, pemanfaatan lahan dan jaringan jalan. Data sekunder tersebut diperoleh dari Bappeda, Badan Pusat Statistik dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pati. Hasil temuan yang diperoleh adalah pola sebaran lokasi SMP di Kota Pati adalah berkelompok dan membentuk pusat pelayanan di BWK Pusat Kota. Kondisi ini sesuai dengan teori Sujarto (1988), Bintarto (1986) dan Walter Christaller dalam Djojodipuro.M (1992), bahwa distribusi fasilitas lokasi terdapat pada kedudukan pusat pelayanan dan dipengaruhi faktor kepadatan penduduk dan lingkungan. Permukiman-permukiman di daerah pinggiran kota ketersediaan fasilitas pelayanan pendidikan SMP belum tercapai padahal batas ambang minimum penduduk melebihi kapasitasnya dan sudah melebihi jangkauan lokasi maksimum. Kondisi ini belum sesuai dengan teori Dillinger (1994), Glony dalam Woro (1993) dan peraturan PU 1987 (SNI 2004) yang menyatakan bahwa perkembangan kota membutuhkan pelayanan diukur dari sisi supply-demand, daya lahan dan standar saat ini. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa daerah pinggiran kota yakni BWK I, BWK II dan BWK III memiliki sebaran permukiman yang terpencar yang diakibatkan karena lahan pertanian. Dengan sebaran lokasi SMP yang terkonsentrasi di BWK Pusat Kota teridentifikasi kebutuhan dan jarak jangkau sarana SMP yang ada pada daerah pinggiran kota dari permukiman ke pusat palayanan sarana SMP tidak optimal. Untuk mengintegrasikan sebaran lokasi SMP dan sebaran permukiman yang tidak optimal, maka di daerah BWK II yaitu desa Widorokandang, Sugiharjo, Dengkek, Mustokoharjo dan Gajahmati sebagai prioritas pertama dan di Desa Sukokulon, Ngawen, Penambuhan dan Margorejo di Daerah BWK III sebagai prioritas kedua merupakan lokasi untuk pengadaan sarana SMP yang terintegrasi dengan sebaran permukiman di daerah pinggiran. Untuk mendukung penelitian ini, maka direkomendasikan untuk melakukan perencanaan dengan cara pembangunan Unit Sekolah Baru (USB). Dengan dukungan ketersediaan fasilitas sarana SMP yang baru integrasi sebaran lokasi SMP dan sebaran permukiman dapat tercapai sesuai kebutuhan pelayanan pendidikan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat Kota Pati. 

Rumusan Masalah :


bagaimanakah integrasi sebaran lokasi SMP dan sebaran  permukiman di 
Kota Pati ? 

Pelaksanaan Perjanjian Keagenan Pada Asuransi Jiwa Bersama (Ajb) Bumiputera 1912 Jambi

ABSTRAK

Dalam sebuah perusahaan asuransi jiwa, Khususnya AJB Bumiputera 
1912, Agen merupakan ujung tombak perusahaan dalam memasarkan produk 
asuransi dengan tujuan untuk meningkatkan usahanya. Maka untuk menjaga 
hubungan antara agen dengan perusahaan AJB Bumiputera 1912 diikat dalam 
suatu perjanjian yang disebut dengan  Perjanjian Keagenan, dimana dalam 
pelaksanaan perjanjian tersebut terbagi dalam tiga (3) bentuk yaitu  Perjanjian 
Keagenan Agen Kordinator, Perjanjian Keagenan Agen Produksi, Perjanjian 
Keagenan Agen Debit.  Perjanjian keagenan tersebut dibuat oleh pihak AJB 
Bumiputera 1912 dalam bentuk perjanjian  standar atau perjanjian baku, yang 
dikeluarkan oleh Departemen Keagenan jadi pihak agen hanya tinggal menyetujui 
dan menadatangani saja,
 Dalam penulisan tesis ini penulis melakukan metode pendekatan yuridisempiris  yang digunakan untuk mengalisa peraturan perundang-undang dibidang 
perjanjian dan keagenan dan perilaku agen dalam melaksanakan perjanjian dengan 
pihak AJB Bumiputera 1912 serta menganalisa bagaimana penyelesaian sengketa 
yang timbul dari penyimpangan perjanjian yang dilakukan agen selaku pembantu 
diluar perusahaan. 
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat diketahui bahwa 
pelaksanaan perjanjian keagenan pada Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 
1912 Jambi sering mengalami penyimpangan yang dilakukan oleh pihak Agen, 
sehingga menimbulkan wanprestasi, seperti dalam perjanjian agen produksi, 
dimana agen sering kali memberikan keterangan tidak benar mengenai produk 
asuransi yang dijualnya kepada calon pemegang polis, dan premi pertama yang 
diterima oleh agen produksi sering tidak diserahkan (disetor) ke kas AJB 
Bumiputera 1912, sedangkan dalam perjanjian agen debit sering ditemukan agen 
debit tidak menyetorkan hasil penagihan premi dan angsuran pinjaman polis ke 
kas AJB Bumiputera 1912 dalam waktu selambat-lambatnya 1x24 Jam, 
kelemahan kedua agen ini disebabkan karena kurangnya pengawasan yang 
dilakukan oleh agen koordinator untuk melaksanakan pengawasan, pengendalian, 
dan pembinaan terhadap agen produksi dan agen debit sehingga perbuatan 
tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak AJB Bumiputera 1912 dan pihak colon 
pemegang polis itu sendiri,. 
Dalam menyelesaikan masalah tersebut maka pihak AJB Bumiputera 1912 
mengadakan 4 tahap, yaitu Tahap pemanggilan, Tahap peringatan, tahap 
pemberhentian secara sepihak, dan tahap  ganti rugi. Hal tersebut dilakukan oleh 
kedua belah pihak secara kekeluargaan musyawarah untuk mufakat, dan jika hal 
tersebut tidak dapat dicapai maka dapat diserahkan kepihak pengadilan. Tapi 
untuk sampai saat ini penyelesaian dipengadilan belum pernah dilakukan oleh 
pihak AJB Bumiputera maupun oleh pihak Agen itu sendiri. 
   
Kata Kunci : Asuransi Jiwa Bersama, Pelaksanaan Perjanjian.

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian keagenan yang ada pada Asuransi 
Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 Jambi ?. 
2. Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa Perjanjian Keagenan pada 
Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 Jambi ? 

Konsep Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam

Abstract
Penelitian tentang Konsep Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam ini bertujuan untuk memahami konsep pengangkatan anak dalam perspektif hukum Islam, untuk memahami pelaksanaan proses pengangkatan anak di Pengadilan agama dan untuk memahami akibat hukum apa yang timbul dengan adanya pengangkatan anak dalam perspektif hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan hukum yang lainnya yang merupakan data, selain itu juga untuk melihat bagaimana penerapannya atau pelaksanaannya dalam masyarakat melalui penelitian lapangan, juga bisa dilakukan dengan meninjau, melihat, serta menganalisis masalah dengan menggunakan pendekatan-pendekatan pada prinsip-prinsip dan asas-asas hukum. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu penelitian berdasarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengangkatan anak dan data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan ( lokasi penelitian ). Pada penelitian ini spesifikasi yang dipergunakan adalah deskriptif analitis, yaitu memaparkan, menggambarkan atau mengungkapkan data-data yang mempunyai relevansi dengan permasalahan. Konsep pengangakatan anak dalam hukum Islam tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadi anak kandung secara mutlak, sedang yang ada hanya diperbolehkan atau susruhan untuk memelihara dengan tujuan memperlakukan anak dalam segi kecintaan pemberian nafkah, pendidikan atau pelayanan dalam segala kebutuhan yang bukan memperlakukan sebagai anak kandung ( nasab ). Dalam konsep Islam, pengangkatan seorang anak tidak boleh memutus nasab antara si anak dengan orang tua kandungnya berdasarkan Alquran Surat Al-Ahzab ayat 4,5,37, dan 40. Hal ini kelak berkaitan dengan akibat hukum yang ditimbulkan yaitu mengenai perkawinan dan system waris. Dalam perkawinan yang menjadi prioritas wali nasab bagi anak perempuan adalah ayah kandungnya sendiri. Dalam waris, anak angkat tidak termasuk ahli waris begitu juga sebaliknya, yang besarnya adalah 1/3 ( sepertiga ) bagian dari harta peninggalan. Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam adalah pengangkatan anak yang bersumber pada Alqur’an dan sunnah serta hasil ijtihad yang berlaku di Indonesia yang diformulasikan dalam berbagai produk pemikiran hukum Islam, baik dalam bentuk fikih, fatwa, putusan pengadilan, maupun peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya Kompilasi hukum islam ( KHI ).  
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana konsep pengangkatan anak dalam perspektif hukum Islam ? 
2. Bagaimana pelaksanaan proses pengangkatan anak di Pengadilan Agama ? 
3. Apa akibat hukum yang timbul dengan adanya pengangkatan anak dalam perspektif hukum Islam ?    

Peran Kepala Desa Dalam Menunjang Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Wakaf Di Kabupaten Grobogan Propinsi Jawa Tengah

Abstract
In order to give a warranty of rights on land law certainty, the Prime Regulation of Agrarian Affairs Number 5 year 1960 has pointed a land registration in all of the Republic Indonesia territory (section 19). The registry of property donated for religious or community use (waqaf land) has been regulated by the Government Regulation Number 28 Year 1977 and the Regulation of Minister of Home Affairs number 6 Year 1977. Most of our society has less consideration of having the registration of rights on waqaf land; thus, the problems rise very commonly on waqaf lands. In order to avoid that, we need the cheef of village role as the lowest government instrument to support the application of rights on waqaf land law certainty. This thesis discusses about two problems; those are how is the role and what are problems that have to be handled by the chief of village to support the application of rights on waqaf land law certainty in Grobogan regency, Central Java Province. The research of this thesis was held in the territory of Grobogan regency, Central Java Province. The research used yuridical-empirical method. The data results were analized qualitatively and written descriptively. The research result shows the role of the chief of village to support the application of rights on waqaf land law certainty in Grobogan regency was clasified into two things; the first role of the chief of village on waqaf land registration are : the giving of registration administration service and the giving of land affairs information, especially the importance of the registry of rights on waqaf land. The second role of the chief of village on waqaf land problem solving are : stand for the counselor and mediatior for every problem that would be risen in society, and stand for a witness in the execution process of the court sentence. The problems that were handled by the chief of village were; first, there was less counseling and construction for the chief of village. Second, there was a limited operational fund. Third, there was un willingness of the minor part of society in order to follow the activity of the village administration. Fourth, there was no written data of the spoken waqaf process.  
Rumusan Masalah :
1. Bagaimanakah peran Kepala Desa dalam menunjang kepastian hukum hak atas tanah 
wakaf di Kabupaten Grobogan? 
2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Kepala Desa dalam peranannya 
menunjang kepastian hukum hak atas tanah wakaf di wilayah Kabupaten Grobogan?

Pengembangan Sistem Informasi Laboratorium Kesehatan Untuk Mendukung Evaluasi Pelayanan Laboratorium

Dewasa ini laboratorium merupakan salah satu lingkungan yang
paling dinamis dalam pelayanan kesehatan. Masyarakat medis
memberikan tekanan pada laboratorium untuk memperluas jangkauan
pelayanan karena persaingan terutama sektor swasta yang semakin tajam
pada era globalisasi saat ini. Dalam menghadapi persaingan tersebut,
laboratorium secara terus menerus harus mengevaluasi dan memadukan
teknologi yang berubah sangat cepat ke dalam kegiatan pelayanannya.


Dari beberapa kendala pada sistem informasi  di atas, dapat
disimpulkan beberapa permasalahan mengenai kualitas informasi yang
dihasilkan yaitu: Aksesibilatas, Keakuratan,  Kelengkapan, dan Kejelasan.
Hal ini akan berakibat pada informasi yang dibutuhkan oleh manajemen
dalam melakukan kegiatan evaluasi pelayanannya.
Oleh karena itu untuk mendukung kegiatan pelayanan dan evaluasi
pelayanan Labkeskab Purbalingga dibutuhkan sistem informasi
laboratorium berbasis komputer yang  dapat mendukung pengambilan
keputusan manajemen. Kegiatan evaluasi pelayanan laboratorium harus
terus dilakukan sebagai upaya perbaikan mutu yang berkelanjutan
sehingga akan memuaskan pelanggan.

Rumusan Masalah :


Labkeskab Purbalingga sebagai salah satu UPTD DKK mempunyai
fungsi memberikan pelayanan laboratorium kesehatan masyarakat dan
pelayanan klinis. Dalam memberikan pelayanan dan evaluasi  pelayanan
laboratorium yang dilakukan oleh manajemen puncak, dibutuhkan data 21
dan informasi yang dapat menggambarkan kinerja pelayanan laboratorium
serta mutu pelayanan. Untuk mendapatkan informasi-informasi tersebut
ditemukan beberapa kendala yang disebabkan karena sistem informasi
yang dilakukan secara manual, yaitu: 1) Pencatatan indentitas
pasien/sampel yang berulang-ulang;  2) Proses pencatatan/pengumpulan,
pengolahan data dan pembuatan laporan masih dilakukan secara manual
memungkinkan terjadinya kesalahan perhitungan; 3) Output yaitu laporan
mengenai informasi biaya tidak tersedia dengan cepat, laporan hasil
pemeriksaan klinis masih ditulis dengan tulis tangan pada format yang
telah disediakan,  rekapitulasi hasil dan riwayat pemeriksaan laboratorium
belum tersedia, laporan keuangan dan laporan statistik laboratorium belum
lengkap, laporan tentang daftar pelanggan eksternal belum tersedia.

Koordinasi Antar Instansi Dalam Perolehan Ijin Lokasi Untuk Perolehan Hak Atas Tanah Bagi Pembangunan Perumahan Mega Residence Di Kota Semarang

Abstract
Perolehan tanah untuk keperluan tertentu khususnya untuk kepentingan pembangunan perumahan akan terkait beberapa instansi, karena akan melalui beberapa tahapan yang harus dilewati dari ijin prinsip, ijin lokasi, ijin mendirikan bangunan, dan yang lainnya. Setiap tahapan tersebut dituntut adanya koordinasi yang baik antar instansi yang berwenang. Pelaksanaan koordinasi dapat berlangsung baik secara vertikal maupun horizontal. Dalam memperoleh ijin lokasi diperlukan adanya koordinasi antara pihak Pemkot dengan Kantor Pertanahan. Setelah memperoleh ijin lokasi perusahaan yang membutuhkan tanah baru dapat memperoleh tanahnya. Perolehan tanahnya dapat melalui pelepasan hak dan dapat juga secara langsung dengan para pemilik tanah dengan cara pemindahan hak serta permohonan hak atas tanah Negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui koordinasi antar instansi dalam perolehan ijin lokasi untuk perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang, untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat koordinasi antar instansi dalam perolehan ijin lokasi untuk perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang, dan untuk mengetahui proses x perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang. Metode pandekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Empiris, artinya dalam penelitian ini yang ditinjau tidak hanya melihat dari sudut hukum positif saja akan tetapi juga melihat kondisi yang mempengaruhi hukum tersebut. Data yang diperlukan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian dan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. Hasil penelitian mengenai koordinasi antar instansi dalam perolehan ijin lokasi untuk perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang menunjukkan bahwa koordinasi antar instansi dalam pemberian ijin lokasi dilakukan oleh Walikota dan cara perolehan tanah dari pihak PT. Nusa Prima Intiniaga dilakukan dengan cara jual beli langsung kepada pemilik tanah dihadapan PPAT. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa koordinasi yang dilakukan antar instansi dalam perolehan ijin lokasi untuk pembangunan perumahan Mega Residence telah dilakukan sesuai prosedur, sehingga dapat diketahui bahwa koordinasi oleh instansi dilakukan secara horizontal artinya bahwa hal-hal yang berkaitan dengan ijin lokasi menjadi kewenangan tim koordinasi yang dibentuk oleh Walikota sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan perolehan hak atas tanah menjadi kewenangan Kantor Pertanahan.


Rumusan Masalah :



1. Bagaimana koordinasi antar instansi  dalam perolehan ijin lokasi untuk 
perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence 
di Kota Semarang ? 
2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat koordinasi antar instansi 
dalam perolehan ijin lokasi untuk perolehan hak atas tanah bagi 
pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang ? 
3. Bagaimana perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega 
Residence di Kota Semarang ?

Pelaksanaan Sistem Gadai Terhadap Tanah Ulayat Di Minangkabau

Abstract
Tanah ulayat di Minangkabau dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan anak kemenakan. Pada dasarnya tanah ulayat tidak boleh dijual atau dihilangkan begitu saja, melainkan hanya boleh digadaikan, dalam hal ini gadai harus memenuhi empat peryaratan yaitu Mayik tabujua diateh rumah, rumah gadang ketirisan, gadih gadang alun balaki, dan mambangkik batang tarandam. Objek hak gadai di Minangkabau adalah hak mengelola atau hak menikmati hasil ulayat bukan atas tanahnya. Tanah tetap kepunyaan kaum. Dalam menggadaikan harus disepakati oleh seluruh kaum secara bersama-sama, baik seluruh anggota suku atau nagari. Penguasaan terhadap tanah ulayat ini adalah dipegang oleh mamak kepala waris atau penghulu kaum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan gadai tanah ulayat, faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan sistem gadai tanah ulayat dan bagaimana penyelesaian sengketa gadai yang terjadi di Kebupaten Padang Pariaman. Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode pendekatan secara yuridis empiris, dengan jalan menganalisa barbagai peraturan hukum adat Minangkabau dengan perilaku masyarakat dalam menggadai tanah ulayat. Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan gadai tanah ulayat tersebut tidak adanya persetujuan dalam kaum, mamak kepala waris, kerapatan adat nagari maupun wali nagari yang dalam hal ini sebagai unsur pemerintahan yang ikut mengetahui. Pelaksanaannya berdasarkan tiga kelarasan yakni kelarasan koto piliang, budi caniago dan lareh nan panjang. Ketiga kelarasan terdapat perbedaan dalam hal persetujuannya, namun perbedaan ini banyak juga terdapat persamaan. Namun faktor masyarakat menggadaikan tanah ulayat tersebut yang sangat berbeda dari kenyataan yang ada, dimana ada empat syarat untuk mengadai tanah ulayat dan di Padang Pariaman hanya tiga syarat yang dipakai kecuali membangkit batang tarandam kerena masyarakat merasa malu jika hal itu terjadi. Dan faktor itu berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang mana lebih cendrung tanah ulayat itu digadaikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan untuk pendidikan. Penyelesaian sengketa gadai tanah ulayat terlebih dahulu di selesaikan antara para pihak, tingkat kaum dan dilanjutkan ke Kerapatan Adat Nagari jika tidak didapati penyelesaian.


Rumusan Masalah :


1. Bagaimana pelaksanaan sistem gadai tanah ulayat di Kabupaten Padang 
Pariaman? 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat Kabupaten Padang Pariaman 
melakukan  sistem gadai tanah ulayat?  
3. Bagaimana penyelesaian sengketa gadai yang terjadi di Kabupaten Padang 
Pariaman?  

Pengaruh Kepemilikan Institutional Dan Karakteristik Keuangan Terhadap Keputusan Pendanaan

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel profitability, price earning ratio, firm size, sales growth, business risk, institutional ownership terhadap debt to equity ratio(DER), pada perusahaan property yang terdaftar di bursa efek Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalsis pengaruh rasio-rasio keuangan perusahaan profitability, price earning ratio, firm size, sales growth, business risk, institutional ownership terhadap DER. Teknik sampling yang digunakan adalah purpossive sampling dengan criteria: (1) Perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, (2) perusahaan yang selalu menyajikan laporan keuangan per Desember 2001-2007. Data diperoleh berdasarkan publikasi berdasarkan publikasi Indonesian capital market directory (ICMD). Diperoleh jumlah sample sebanyak sebanyak 20 perusahaan. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi dan F statistic untuk menguji keberartian pengaruh bersama-sam dengan level signifikansi 5%. Selain itu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji normalitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi. Selama periode pengamatan menunjukkan bahwa data penelitian berdistribusi tidak normal. Berdasarkan hasil penelitian tidak ditemukan variabel yang menyimpang dari asumsi klasik, hal ini menunjukkan bahwa data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk menggunakan model persamaan linier. Dari hasil analisis menunjukkan data profitability, price earning ratio, firm size, sales growth, business risk, institutional ownership secara parsial signifikan terhadap DER pada level signifikansi kurang dari 5%. Variabel struktur aktiva secara parsial tidak signifikansi terhadap DER. Sementara secara bersama-sama terbukti signifikan berpengaruh terhadap DER pada level signifikansi kurang dari 5%. Dengan nilai adjusted R2 sebesar 0.331. Namun demikian penelitian hanya terbatas pada enam foktor fundamental perusahaan dengan 20 sampel pada periode pengamatan 7 tahun dari tahun 2001-2007.


Rumusan Masalah :

1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal? 
2. Apakah price earning ratio (PER) berpengaruh terhadap struktur modal? 
3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal? 
4. Apakah pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap struktur modal? 
5. Apakah resiko bisnis berpengaruh terhadap struktur modal? 
6. Apakah institutional ownership berpengaruh terhadap struktur modal?
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Isi Buku Tamu Ya....!


ShoutMix chat widget
 
Powered by Blogger