Tampilkan postingan dengan label Magister Kenotariatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Magister Kenotariatan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Juli 2011

Pelaksanaan Grosse Akta Pengakuan Hutang Di Kota Semarang

Abstract
Perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang membuatnya. Artinya, perjanjian tersebut berlaku dan mengikat bagi para pihak secara hukum. Dari banyaknya masalah kredit macet akhir-akhir ini yang dapat mengganggu lancarnya roda perekonomian, maka perlu kiranya dibahas, dipelajari tentang masalah adanya Grosse Akta, untuk memenuhi kebutuhan manusia di dalam masyarakat. Grosse Akta Notaris yang mana dalam penerapan hukumnya sejak jaman penjajahan Belanda sampai dengan Indonesia dalam tiga dekade (Orla, Orba, dan Reformasi) terdapat ketidaksamaan.Dapat dikatakan penyamaan persepsi tentang pelaksanaan Grosse Akta Notaris sejak jaman penjajahan sampai dengan merdeka tidak pernah terwujud, bahkan saat ini pada kenyataannya sangat tergantung dari situasi, kondisi dan kepentingan pribadi dari pejabat pemerintah secara subyektif. Tujuan dari penelitian ini, adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk akta pengakuan hutang yang dipakai oleh Bank dengan nasabah debiturnya, untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang di Kota Semarang, serta mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh apabila grosse akta pengakuan hutang tidak dapat langsung dimintakan eksekusi. Dalam penelitian ini, digunakan metode pendekatan Yuridis Empiris, dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang terdapat 2 hambatan, yaitu: terjadi perbedaan jumlah hutang yang akan dimohonkan eksekusi, dan dalam grosse akta pengakuan hutang terdapat persyaratan lain yang berbentuk perjanjian. Dalam praktek notaris mungkin terjadi bahwa jumlah hutang adalah berbeda dengan antara grosse akta pengakuan hutang dengan kenyataan yang ada karena debitur dalam kenyataannya baru mengambil sebagian kreditnya atau debitur telah melakukan beberapa angsuran pembayaran. Upaya hukum yang akan ditempuh apabila permohonan eksekusi pengakuan hutang tidak dapat dilaksanakan maka bank dapat menjual benda jaminan terhadap benda jaminan bergerak bertubuh dan seperti deposito, dapat juga mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri. Bila bank lebih menyukai cara damai maka dibuat perjanjian perdamaian dengan debitur dihadapan notaris. Dapat disimpulkan bahwa dalam suatu pengikatan hutang, bentuk perjanjian pengakuan hutang yang dipilih oleh Bank adalah notariil, adanya hambatan tentang perbedaan jumlah hutang yang akan dimohonkan eksekusi, dan dalam grosse akta pengakuan hutang terdapat persyaratan lain yang berbentuk perjanjian dan Upaya hukum yang akan ditempuh apabila permohonan eksekusi pengakuan hutang tidak dapat dilaksanakan dengan mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri atau dengan membuat perjanjian perdamaian antara kreditur dengan debitur di hadapan notaris.  
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana bentuk akta pengakuan hutang yang dipakai oleh Bank dengan debiturnya? 
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan eksekusi grosse akta pengakuan hutang di Kota Semarang? 
3. Bagaimanakah upaya hukum yang harus ditempuh apabila grosse akta pengakuan hutang tidak dapat langsung dimintakan eksekusi? 

Penataan Tanah Perkotaan Dalam Upaya Meningkatkan Daya Guna Dan Hasil Guna Penggunaan Tanah Melalui Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) Di Denpasar Utara - Bali

Abstract
Dinamika pembangunan mengakibatkan kebutuhan akan tanah semakin meningkat sedang persediaan tanah terbatas, seperti yang terjadi di Kelurahan Tonja dan Desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, hal ini menyebabkan dilakukan pembangunan proyek peningkatan jalan arteri Denpasar melalui konsolidasi tanah perkotaan sebagai implementasi Rencana Tata Ruang Kota yang dipandang mampu mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pelaksanaan konsolidasi tanah (Land Consolidation) perkotaan yang terjadi di kelurahan Tonja dan desa Dangin Puri Kaja, kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Propinsi Bali dan mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dan cara penyelesaiannya serta mengetahui manfaat yang diperoleh pemilik tanah yang terkena konsolidasi tanah (Land Consolidation) dan Pemerintah Kota Denpasar. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, spesifikasi penelitian dengan menggunakan deskriptif analitis, sedangkan populasinya yaitu semua pihak yang terkait dengan penataan tanah perkotaan dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penggunaan tanah melalui konsolidasi tanah (land consolidation) di Denpasar Utara, Bali dengan menggunakan cara non-random guna mendapatkan sampel, kemudian data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan konsolidasi tanah (Land Consolidation) perkotaan di kelurahan Tonja dan desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara didahulukan dengan pelepasan hak tanah sawah kepada tanah negara, setelah ditata kemudian diredistribusikan kepada para pemilik tanah, hambatan yang dihadapi antara lain susahnya mengumpulkan pemilik tanah untuk mengadakan musyawarah, sehingga dibutuhkan kesabaran dari panitia konsolidasi. Manfaat yang diterima pemilik tanah adalah nilai tanahnya meningkat, bagi Pemerintah Kota Denpasar berhasil mewujudkan tata ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Denpasar sementara bagi Kantor Pertanahan Kota Denpasar telah terlaksana tertib administrasi pertanahan. Pelaksanaan konsolidasi tanah (Land Consolidation) perkotaan yang terjadi di kelurahan Tonja dan desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara berlangsung dengan partisipasi aktif dari pemilik tanah sehingga hambatanhambatan yang ada mampu diselesaikan dengan baik serta manfaat yang diidamidamkan dapat dinikmati bersama.


Rumusan Masalah :
1. Bagaimana pelaksanaan Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) Perkotaan di Kelurahan Tonja dan Desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, kota Denpasar? 
2. Hambatan-hambatan apa yang terjadi dan cara penyelesaiannya?  
3. Manfaat apa yang diperoleh pemilik tanah yang terkena Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) dan Pemerintah Kota Denpasar?  

Perjanjian Jual Beli Perumahan Yang Memuat Klausula Eksonerasi Di Kabupaten Bekasi

Abstract
Dalam pelaksanaannya pemerintah telah menetapkan pedoman pengikatan jual-beli rumah melalui Keputusan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) No. 09/Kept/M/1995 yang menegaskan bahwa pengembang wajib melaksanakan pendirian bangunan sesuai waktu yang telah diperjanjikan menurut gambar arsitektur, denah, dan spesifikasi teknik bangunan yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjanjian pengikatan jual-beli rumah tersebut. Penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya persyaratan-persyaratan yang terdapat dalam perjanjian standar jual beli rumah dibuat oleh pebisnis real estate sah ataukah tidak sah ditinjau dari hukum perjanjian. Mengetahui bahwa klausula eksonerasi yang tercantum dalam perjanjian standar melanggar ataukah tidak ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan didukung data primer dari lapangan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klausula eksonerasi yang terdapat dalam perjanjian jual beli perumahan di Kabupaten Bekasi dalam perspektif kebebasan membuat perjanjian (freedom of contract) tidak memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian secara yuridis materiil perjanjian baku tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat. Klausula eksonerasi yang dicantumkan oleh pengembang dalam perjanjian jual beli rumah yang berisi ketentuan pengalihan tanggung jawab, tindakan berupa pembatalan sepihak dan pengembang tidak mengembalikan uang yang dibayarkan oleh pembeli adalah melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf, a, c dan d Undang-undang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini. Terhadap pengetahuan konsumen tentang Undang-undang perlindungan konsumen yang melindungi hak-hak mereka  
Rumusan Masalah :
1) Apakah kontrak baku jual-beli perumahan yang terdapat dalam klausula eksonerasi melanggar ketentuan klausula baku sebagaimana di atur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.  
2) Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi wanprestasi kontrak baku dalam jual beli perumahan yang terdapat dalam klausula eksonerasi ?  

Sabtu, 11 Juni 2011

Realisasi Pemungutan Royalti Lagu Untuk Kepentingan Komersial

Abstract
The research is to know how is the realization of royalty collected in TVKU. Royalty is the payment which has been given to copyright owner. According to UU No. 19 th 2002 copyright is the exclusivity rights of the owner or copyright holder to arrange the using of idea outcome or information. Basically, copyright is the rights to copy a creation or product. The respondent in this research are Mr. Udik Haryanto as the District Head of Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) Middle of Java, and Mr. DR. Eng. Yuliman Purwanto, M.Eng as a Managing Director TV Kampus UDINUS (TVKU) Semarang. This research used juridical empirical method and descriptive analytical method. The technique which is used to collected data by field research is interview. The result of interview with the chairman of KCI Middle of Java, Managing Director TV-KU and General Manager Pro TV, that collection royalty of the song in local private TV at Semarang has been realization well and appropriate with the rules, which has been declored together between YKCI and song writers under YKCI protection. Keyword : Royalty and Copyright Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana realisasi pemungutan royalti pada TV-KU. Royalti adalah pembayaran yang diberikan pada pemilik hak cipta. Hak cipta sendiri menurut UU No.19 Th.2002 adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya hak cipta merupakan hak untuk menyalin suatu ciptaan. Responden dalam penelitian ini adalah Bapak Udik Haryanto selaku Kepala Wilayah Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) daerah Jawa Tengah, serta Bapak DR.Eng.Yuliman Purwanto, M.Eng selaku Direktur Utama TV Kampus Udinus (TV-KU) Semarang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dan metode deskriptif analitis. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data melalui studi lapangan ini adalah dengan menggunakan wawancara. Dari hasil wawancara dengan Ketua KCI daerah Jateng, Dirut TV-KU dan GM Pro TV, maka diperoleh hasil bahwa pemungutan royalti lagu pada TV Swasta Lokal di kota Semarang telah dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan rambu-rambu yang ada, yang telah ditetapkan bersama antara YKCI dan para pencipta lagu yang berada di bawah naungan YKCI. Kata kunci : Royalti dan Hak Cipta

Penerapan Sanksi Kode Etik Terhadap Pelanggaran Jabatan Oleh Notaris Dalam Praktek Di Jakarta Selatan

Abstract
Dalam menjalankan jabatannya, seorang Notaris tidak cukup hanya memiliki keahlian hukum tetapi juga harus dilandasi tanggung jawab dan penghayatan terhadap keluhuran martabat dan etika. Peranan dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas hukum di masyarakat, oleh karena itu Notaris harus dapat menjalankan profesinya secara profesional, berdedikasi tinggi serta selalu menjunjung harkat dan martabatnya dengan menegakkan kode etik Notaris. Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pelayan masyarakat,seorang profesional harus menjalankan jabatannya dengan menyelaraskan antara keahlian yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode etik profesi.Etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuanketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan professional. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para Notaris untuk dapat lebih memahami sejauhmana perbuatan itu dapat dikatakan sebagai pelanggaran kode etik, bagaimana efektivitas organisasi/perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia dalam memberikan pembinaan terhadap para Notaris agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan Notaris dan masyarakat yang dilayaninya. Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam peneltian ini adalah: Bagaimana daya mengikat sanksi yang dijatuhkan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia sebagai organisasi profesi terhadap Notaris yang melanggar kode etik dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh notaris yang dijatuhkan sanksi pelanggaran kode etik untuk mengajukan keberatan Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris dan spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Bagi Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik, Dewan Kehormatan dapat menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya, sanksi yang dikenakan terhadap anggota Ikatan Notaris Indonesia yang melakukan pelanggaran kode etik tersebut dapat berupa : Teguran, Peringatan, Schorzing (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan, Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan dan Pemberhentian dengan tidak hormat dari keangotaan Perkumpulan. Namun sanksi pemecatan yang diberikan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik bukanlah berupa pemecatan dari jabatan Notaris melainkan pemecatan dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia. Sehingga sanksi tersebut terkesan kurang mempunyai daya mengikat bagi Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik. Notaris yang dijatuhkan sanksi atas pelanggaran kode etik dapat melakukan upaya pembelaan diri dan dapat mengajukan banding secara bertingkat terhadap putusan Dewan Kehormatan Daerah kepada dewan Kehormatan Wilayah dan Dewan Kehormatan Pusat sebagai pemeriksaan tingkat akhir.


Rumusan Masalah :
1. Bagaimana daya mengikat sanksi yang dijatuhkan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia sebagai organisasi profesi terhadap Notaris yang melanggar kode etik ? 
2. Apa upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh notaris yang dijatuhkan sanksi pelanggaran kode etik untuk mengajukan keberatan ?  

Kamis, 09 Juni 2011

Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Roda Dua Pada PT Semesta Finance Cabang Semarang

Perkembangan ekonomi sejak beberapa dekade terakhir telah mengalami pasang surut. Percepatan itu bila dicermati erat kaitannya dengan keberadaan modal sebagai salah satu sarana dalam pengembangan unit usaha. Sejalan dengan hal diatas untuk menciptakan pembangunan nasional yang menyeluruh yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan upaya pengerahan dana dari dalam negeri, yang meliputi tabungan Pemerintah dan tabungan masyarakat, sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan pelengkap dalam keseluruhan pembiayaan pembangunan diharapkan secara bertahap akan berkurang. Dalam hubungan ini kebijaksanaan moneter mempunyai peranan penting sebagai upaya meningkatkan pengerahan dana tabungan masyarakat melalui lembagalembaga keuangan, seperti lembaga perbankan, lembaga keuangan bukan bank dan pasar modal.  

Pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tidak dapat terlepas dari berbagai hambatan dan masalah yang menyertainya, oleh karena itu pihak PT. Semesta Finance Cabang Semarang telah menyiapkan berbagai upaya penyelesaian guna mengatasi masalah yang timbul. Berdasarkan hal diatas sebagaimana diuraikan dalam latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN RODA DUA PADA PT. SEMESTA FINANCE CABANG SEMARANG”


Rumusan Masalah :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan 
bermotor roda dua pada PT. Semesta Finance Cabang Semarang ? 

2. Hambatan-hambatan yang ditimbulkan dalam pelaksanaan perjanjian 
pembiayaan konsumen dan cara mengatasinya pada  PT. Semesta Finance 
Cabang Semarang? 

Selasa, 07 Juni 2011

Tinjauan Yuridis Terhadap Masalah Pelepasan Tanah Adat Menjadi Tanah Yang Dikuasai Oleh Instansi Pemerintah Di Kota Jayapura

Abstract
Bagi masyarakat hukum adat , tanah itu mempunyai kedudukan yang sangat penting,dan seiring dengan adanya pengaruh Pranata-pranata diluar persekutuan hukum adat, maka telah terjadi perubahan ukuran nilai terhadap pemanfaatan hak atas tanah adat oleh masyarakat hukum adat itu sendiri. Tanah tidak hanya mempunyai nilai sosial tetapi mempunyai nilai ekonomi juga artinya tanah adat kini dapat dialihkan hak kepemilikkannya oleh penguasa adat kepada pihak lain diluar masyarakat hukum adat dengan cara pelepasan hak atas tanah adat. Dari hal tersebut, timbullah permasalahan terhadap proses pelepasan tanah hak milik adat menjadi tanah kepunyaan instansi pemerintah di kota Jayapura, dimana telah terjadi pelepasan atas tanah adat tanpa sepengetahuan dari pemilik semula, sehingga terjadi sengketa atas tanah adat yang kebanyakkan berakhir di pengadilan. Dari situlah maka pengadilan dalam memeriksa gugatan tersebut harus melihat apakah pelepasan tanah hak milik adat menjadi tanah kepunyaan instansi pemerintah di kota jayapura telah didukung dengan alat – alat bukti yang sah. Penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis empiris dimana akan dilihat bagaimana cara bekerjanya hukum dalam masyarakat berkaitan dengan penyelesaian masalah pelepasan hak milik atas tanah adat menjadi tanah kepunyaan instansi pemerintah di kota jayapura serta putusan pengadilan atas gugatan yang diajukan.. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan tanah sengketa oleh pemerintah tanpa surat pelepasan adat dari pihak adat merupakan perbuatan melawan hukum adat setempat, dimana telah didukung oleh alat-alat bukti yang sah sesuai dengan keputusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi jayapura Oleh karena itu Badan Pertanahan harus lebih teliti lagi dalam mengeluarkan sertifikat tanah sehingga dapat melindungi hak – hak atas tanah terutama atas tanah hak milik adat, bagi pemilik yang mempunyai kedudukan yang lemah.


Rumusan Masalah :


1. Bagaimanakah proses pelaksanaan pelepasan hak atas tanah adat di Papua dalam Kaitannya dengan Perkara No.91/Pdt.G/2001/PN– JPR Jo No.34/PDT/2002/PT. IRJA ?
2. Apakah gugatan yang diajukan tentang masalah pelepasan tanah adat dengan Pemda Tingkat I Propinsi Papua di kota jayapura oleh penggugat dalam perkara No.91/Pdt.G/2001/PN –JPR Jo No.34/PDT/2002/PT. IRJA telah didukung dengan alat –alat bukti yang sah ?

Zakat Profesi Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Serta Pemanfaatannya Di Kota Semarang

Abstract
Zakat merupakan kewajiban keagamaan yang masuk dalam rukun Islam. Hasil yang diperoleh seorang Mukmin dan yang diperintahkan untuk dinafkahkan sebagian darinya, disebut dalam Al-Quran surat Al Baqarah : 267, dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu hasil usaha kamu yang baikbaik dan Apa yang Kami keluarkan untuk kamu dari bumi yakni hasil pertanian, dan pertambangan. Adapun yang dimaksud dengan hasil usaha kamu yang baik-baik, maka para ulama dahulu membatasinya dalam hal-hal tertentu yang pernah ada masa Rasul SAW dan yang ditetapkan oleh beliau sebagai yang harus dizakati, seperti perdagangan, dan inilah dahulu yang dimaksud dengan zakat penghasilan, selebihnya dari usaha manusia. Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Empiris yaitu suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan terlebih dahulu meneliti data sekunder yang ada kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan. Dalam hal ini metode pendekatan dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis tentang “Zakat Profesi Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Serta Pemanfaatannya Di Kota Semarang”. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan menggunakan kuisioner dan wawancara, serta data sekunder yang diperoleh dengan metode studi pustaka. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yang penarikan kesimpulannya secara deduktif. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa : 1). Kedudukan zakat profesi dalam perspektif hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah wajib ain berdasarkan ayat-ayat dalam Al Qur’an yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya dan berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang serta dari sudut keadilan penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat akan terasa sangat jelas dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada hal-hal tertentu. 2). Pemanfaatan Zakat Profesi untuk kesejahteraan umat di Kota Semarang secara berurutan adalah sebagai berikut untuk konsumsi; untuk pembangunan masjid, mushola dan sejenisnya; untuk memberikan beasiswa; untuk usaha produksi; untuk modal usaha. 3). Hambatan pelaksanaan Zakat Profesi di masyarakat di Kota Semarang adalah sebagai berikut : a). Masih belum terintegrasikannya peraturan teknis pengelolaan zakat. b). Belum adanya ketegasan yang utuh dalam memberikan sanksi-sanksi bagi pihak yang tidak menjalankan amanah zakat profesi; c). Tingkat pengetahuan masyarakat yang masih sangat kurang tentang zakat khususnya zakat profesi dan kurangnya kualitas dari Sumber Daya Manusia pengelola zakat. 


Rumusan Masalah :



1. Bagaimana Kedudukan Zakat Profesi Dalam Perspektif Hukum
Islam dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat ?
2. Bagaimana Pemanfaatan Zakat Profesi Untuk Kesejahteraan Umat
di Kota Semarang ?
3. Bagaimana Hambatan Pelaksanaan Zakat Profesi di Masyarakat di
Kota Semarang ?

Kamis, 02 Juni 2011

Pelaksanaan perjanjian kerja bersama (PKB) antara serikat karyawan dengan manajemen perusahaan PT. Telkom.tbk devisi regional iv semarang

Abstract
Penelitian ini dilakukan pada Kantor PT. Telkom.Tbk Devisi Regional IV Semarang. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah juridis empiris, yaitu melihat bekerjanya hukum dalam masyarakat. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan melakukan wawancara, serta data sekunder yang berupa hasil studi kepustakaan. Analisa data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian : Dalam PKB terdapat pemakaian konsep yang berbeda dengan peraturan ketenagakerjaan. Konsep tersebut adalah gaji, yang dalam peraturan ketenagakerjaan harusnya upah. Sehingga penggunaan konsep gaji terlihat tunduk pada peraturan kepegawaian. Dalam pelaksanaannya ketentuan normatif didalamnya dilaksanakan dengan baik dan tidak banyak mengalami masalah. Disamping hal tersebut pemakaian nama Serikat Karyawan juga tidak konsisten. Dikarenakan peraturan ketenagakerjaan hanya mengenal serikat buruh/serikat pekerja. Kesimpulan: 1) Pelaksanaan perjanjian kerja bersama antara serikat karyawan dengan manajemen perusahaan cenderung dilaksanakan semua ketentuan normatif yang terdapat didalamnya dan tidak mengalami banyak masalah. 2) Hambatan yang muncul dalam pelaksanaan perjanjian kerja bersama adalah adanya penjatuhan sanksi disiplin kepada karyawan serta pembuatan keputusan direksi yang menyangkut kesejahteraan karyawan tidak melibatkan sekar sejak dari awal. 3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dilakukannya pertemuan antara serikat karyawan dengan perwakilan manajemen perusahaan melalui forum bipartit untuk mengevaluasi dan membahas ulang serta melakukan koreksi atas keputusan yang dibuat oleh Direksi. Hasil pambahasan dalam forum bipartit kemudian menjadi acuan final yang harus dilaksanakan semua pihak yang terkait. Saran : Peran dan fungsi Sekar harus tetap diperhatikan dalam penentuan kebijakan oleh manajemen. Karena dengan demikian dapat mencegah adanya perselisihan hubungan industrial

Rumusan Masalah :

1. Bagaimanakah pelaksanaan PKB antara Serikat Karyawan dengan Manajemen Perusahaan PT. Telkom Devisi Regional IV Semarang ? 
2. Hambatan-hambatan apa saja dalam pelaksanaan PKB antara Serikat Karyawan dengan Manajemen Perusahaan PT. Telkom Devisi Regional IV Semarang ? 
3. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan PKB antara Serikat Karyawan dengan Manajemen Perusahaan PT. Telkom Devisi Regional IV 
Semarang ? 

Perlindungan Hukum Bagi Franchisor Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) Di Bidang Pendidikan

Abstract
Banyak cara untuk menjadi seorang wirausahawan, antara lain dengan mendirikan bisnis baru ataupun membeli sistem bisnis yang telah ada dan telah berjalan. Saat ini banyak orang yang memulai usaha dengan cara membeli sistem bisnis atau yang dikenal dengan istilah franchise yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan waralaba. Waralaba bearasal dari kata Wara yang beararti lebih dan Laba yang berarti untung. Secara harafiah waralaba dapat diartikan bahwa waralaba merupakan usaha yang memberikan keuntungan lebih. Franchise (waralaba) termasuk salah satu cara pengembangan usaha secara internasional hal ini dikarenakan franchise (waralaba) ini sesungguhnya mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha franchise hanya melalui tata cara, proses serta suatu code of conduct dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi waralaba. Bisnis waralaba atau franchise adalah salah satu cara memasuki dunia usaha yang sangat popular di dunia, karena mengingat produk atau jasa franchise adalah mayoritas produk atau jasa yang global dan mempunyai kualitas yang tinggi. Seiring dengan berkembangnya bisnis waralaba, di Indonesia bisnis ini tumbuh dan berkembang dengan pesat. Mulai era 90-an sampai saat ini bisnis waralaba telah mencakup mulai dari produk makanan, minuman, restoran. Primagama merupakan salah satu contoh bentuk franchise ( waralaba ) dibidang jasa bimbingan belajar. Waralaba tak ubahnya pola bisnis maupun pola pemasaran yang melibatkan kerja sama dua belah pihak. Hubungan dua belah pihak tersebut dibangun atas dasar perjanjian. Dalam franchise, perjanjian kerja sama antara dua belah pihak ini disebut dengan perjanjian franchise (franchise agreement). Perjanjian franchise merupakan suatu pedoman hukum yang menggariskan tanggung jawab dari pemberi waralaba atau yang sering disebut franchisor dan penerima waralaba atau yang sering disebut franchisee. Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan dan komitmen yang dibuat dan dikehendaki oleh para pihak baik pihak Franchisor maupun pihak franchisee. Perjanjian waralaba ini memuat ketentuan hak dan kewajiban para pihak, antara lain hak territorial yang dimiliki franchisee, persyaratan lokasi ,biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem bisnis tersebut yang wajib dibayarkan oleh pihak franchissee kepada pihak franchisor, jangka waktu perjanjian waralaba dan ketentuan lain yang mengatur hubungan antara pihak franchisor dan franchisee. Hal – hal yang diatur oleh hukum merupakan suatu das sollen yang berarti apa yang seharusnya,sehingga dalam suatu perjanjian waralaba das sollen ini berarti apa yang harus ditaati oleh para pihak baik franchisor maupun franchise,sehingga perjanjian itu dapat berjalan tanpa adanya masalah, tetapi pada kenyataannya / das sein sering terjadi penyimpangan –penyimpangan, dan penyimpangan – penyimpangan ini menimbulkan wanprestasi. Dalam perjanjian waralaba wanprestasi dapat dilakukan oleh pihak Franchisee atau penerima waralaba maupun pihak franchisor atau pemberi waralaba. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisor antara lain : tidak melakukan pembinaan manegement kepada pihak franchisee, sedangkan wanprestasi dari pihak franchisee dapat berupa tidak membayar fee, melakukan pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian waralaba. Semua wanprestasi ini dapat terjadi dalam semua perjanjian waralaba, termasuk pula dalam waralaba Primagama.


Rumusan Masalah :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian franchise antara penerima waralaba 
dan pemberi waralaba? 
2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi franchisor dalam hal terjadi 
wanprestasi dibidang keuangan  oleh pihak franchisee? 

Pembatalan Hibah Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus Perkara Nomor 20/Pdt.G/1996/Pn.Pt)

Abstract
Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup. Hibah dalam hukum manapun pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, tetapi apabila memenuhi syarat-syarat tertentu hibah dapat dibatalkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa putusan pembatalan hibah di pengadilan Negeri Pati dalam perkara Nomor 20/Pdt.G/1996/PN.Pt tentang pembatalan hibah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak sesuai dan untuk mengetahui akibat hukum terhadap harta hibah yang dimohonkan pembatalan dalam perkara Nomor 20/Pdt.G/1996/PN.Pt tentang pembatalan hibah. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder. Teknik mengumpulkan data yang dipergunakan yaitu melalui studi dokumen atau bahan pustaka dan studi lapangan atau wawancara. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil: Pertama, pembatalan hibah dengan nomor perkara 20/Pdt.G/1996/PN.Pt, dasar hukum majelis hakim memutuskan pembatalan hibah karena penerima hibah tidak memenuhi syarat sebagai penerima hibah. Kedua, akibat hukum atas putusan pembatalan hibah yaitu berupa tanah kembali kepada pemberi hibah beserta hak – haknya. Implikasi penulisan hukum ini adalah diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti sehingga tidak ada keraguan lagi mengenai aspek hukumnya, terutama hukum positif Indonesia dan berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah yang sama. Dalam pelaksanaan pemberian suatu hibah seharusnya memenuhi norma – norma yang berlaku, yaitu norma kepatutan, norma agama dan norma kesusilaan. Sehingga mempersempit kemungkinan terjadinya pembatalan hibah karena perilaku buruk penerima hibah setelah mendapatkan harta hibah.

Rumusan Masalah :

1. Apakah putusan pembatalan hibah di pengadilan Negeri Pati dalam 
perkara Nomor 20/Pdt.G/1996/PN.Pt tentang pembatalan hibah 
elah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? 

2. Bagaimana akibat hukum terhadap harta hibah yang dimohonkan 
pembatalan dalam perkara Nomor 20/Pdt.G/1996/PN.Pt tentang 
pembatalan hibah? 

Selasa, 31 Mei 2011

Analisis Yuridis Kontrak Dagang Antara Perusahaan Farmasi Dengan Distributor Obat-Obatan

Abstract
Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi obatobatan secara nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan pada umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan dan bagaimana produk yang dihasilkan dapat dipasarkan sampai pada konsumen. Pemasaran produk tersebut dapat dilakukan oleh pembantu pengusaha yaitu distributor. Secara yuridis pada transaksi antara perusahaan farmasi dengan distributor sebenarnya merupakan perjanjian jual beli beserta akibat hukumnya yaitu perjanjian pendistribusian, dimana pihak distributor harus membeli terlebih dahulu obat-obatan tersebut selanjutnya dipasarkan ke berbagai tempat. Tujuan dari tesis ini adalah meneliti dan menganalisis bagaimana bentuk kontrak dagang yang dibuat antara perusahaan farmasi dengan distributor obat-obatan dan bagaimana pula pelaksanaan kontrak dagang tersebut serta menganalisis hambatanhambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kontrak dagang antara perusahaan farmasi dengan distributor obat-obatan. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode yuridis empiris, meliputi penelitian terhadap aturan-aturan yang berlaku untuk mengetahui seberapa jauh aturan hukum tersebut telah diterapkan yang didukung oleh data sekunder dan data primer. Hasil penelitian kontrak dagang antara perusahaan farmasi dengan distributor obat-obatan adalah sebagai berikut : 1.a. Kontrak dagang antara PT Phapros Tbk sebagai produsen obat-obatan dengan PT Rajawali Nusindo sebagai distributor dibuat atas dasar kesepakatan para pihak, merupakan perjanjian timbal-balik untuk mendistribusikan obat-obatan. Jadi bukan merupakan suatu perjanjian baku atau standart contract. Kesepakatan tersebut dituangkan pada perjanjian tertulis sebagai suatu kontrak dagang yang intinya adalah bahwa PT Phapros Tbk sebagai produsen obat-obatan menyerahkan hasil produksinya untuk dipasarkan oleh PT Rajawali Nusindo sebagai distributor yang ditunjuk. b. Pelaksanaan Kontrak Dagang Pada Pendistribusian Obat-obatan. - PT.Phapros Tbk dan PT. Rajawali Nusindo menyepakati tentang harga obatobatan yang akan dipasarkan. - PT.Rajawali Nusindo membeli obat-obatan kepada PT.Phapros Tbk. - PT.Phapros Tbk sebagai produsen menyerahkan obat-obatan untuk dipasarkan oleh PT Rajawali Nusindo sebagai distributor. - PT.Phapros Tbk harus mengasuransikan obat-obatan tersebut. - Kontrak yang diadakan bersifat tetap dan terus menerus. 2. Hambatan yuridis pelaksanaan kontrak dagang antara perusahaan farmasi dengan distributor obat-obatan: - kontrak pendistribusian obat-obatan yang telah disepakati dalam praktek sering ditafsirkan lain oleh masing-masing pihak, sehingga terjadi kekeliruan penerapan perjanjiann yang telah dibuat. – kontrak pendistribusian yang disepakati dalam penyediaan obat-obatan sering tidak terpenuhi karena bahan baku yang di impor dari luar negeri sering terlambat. 

Kedudukan Mamak Kepala Waris Dalam Harta Pusaka Tinggi

Abstract
Harta pusaka tinggi di Minangkabau merupakan harta yang diperoleh secara turun temurun. Dalam adat Minangkabau disebutkan “dari niniak turun ka mamak dari mamak turun ka kamanakan” dan pada prinsipnya harta tersebut tidak dapat diperjualbelikan dan tidak boleh digadaikan. Harta pusaka itu didapat dari hasil “mamancang dan malatih” dari orang tua-tua terdahulu untuk dipergunakan dan dimanfaatkan oleh anggota kaum untuk kesejahteraan keluarga, terutama sekali para anak kemenakan. Keberadaan harta pusaka sangatlah penting, karena harta tersebut selain kebanggaan suku juga merupakan status sosial bagi kaum yang memilikinya. Mamak kepala waris adalah nama jabatan dalam suatu kaum yang bertugas memimpin seluruh anggota kaum dan mengurus, mengatur, mengawasi serta bertanggung jawab atas hal-hal pusaka kaum. Dalam dinamikanya masyarakat hukum adat tidak dapat terlepaskan dari berbagai perubahan yang terjadi, baik yang berasal dari internal maupun eksternal masyarakat adat itu sendiri. Maka dalam konteks inilah Kedudukan Mamak Kepala Waris dan faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran peran mamak kepala waris perlu di kaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris dengan Spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mamak kepala waris mempunyai kewenangan untuk mengurus, mengatur, mengawasi dan bertanggungjawab atas harta pusaka tinggi kaum. Dalam konteks ini seorang mamak dalam kedudukannya selaku Mamak Kepala Waris yang akan mengelola atau mengatur pengelolaan harta pusaka kaumnya. Dan berwenang untuk mewakili kaumnya keluar maupun kedalam pengadilan. Dalam perkembangannya telah terjadi pergeseran terhadap peran mamak kepala waris yang disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: perubahan sistem perkawinan dari sumando bertandang kepada sumando menetap, keluarnya anggota kaum dari rumah inti (rumah gadang), budaya merantau, perubahan pola pikir dan pekerjaan dari mamak kepala waris.  
Rumusan Masalah :
1. Bagaimanakah kedudukan mamak kepala waris dalam harta pusaka tinggi 
di Nagari Matur Mudiak Kecamatan Matur Kabupaten Agam Propinsi 
Sumatera Barat, dewasa ini ? 
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran peranan 
mamak kepala waris dalam harta pusaka tinggi di Nagari Matur Mudiak 
Kecamatan Matur Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat ?

Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Pemegang Gadai Dan Pihak Ke Iii Dalam Perjanjian Gadai Terhadap Barang Jaminan Di Perum Pegadaian

Abstract
Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan pinjaman uang/kredit kepada para nasabah yang didasarkan pada hukum perjanjian gadai, yaitu didahului dengan adanya perjanjian kredit antara kreditur dan debitur dalam hal pinjam meminjam uang yang kemudian diikuti dengan penyerahan benda bergerak sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Gadai merupakan hak kebendaan yang selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan akan tetap ada meskipun benda itu jatuh ketangan orang lain. Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui apakah sah perjanjian gadai terhadap barang yang digadaikan bukan milik pemberi gadai dan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi kreditur pemegang gadai dan pemilik barang yang barangnya tanpa sepengetahuannya digadaikan oleh debitur. Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, dengan spesifikasi deskriptif analistis, data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Dari hasi penelitian dalam praktek gadai di perum pegadaian, pihak pegadaian menerima barang bergerak kecuali yang tidak diatur dalam pasal 6 Aturan Dasar Pegadaian (ADP). Pelaksanaan perjanjian gadai di perum pegadaian cabang Depok Semarang calon nasabah yang membawa barang jaminan untuk digadaikan dianggap sebagai pemilik barang. Namun ada kasus yang terjadi bahwa barang yang digadaikan adalah bukan merupakan barang milik nasabah sendiri, melainkan barang yang didapatkan dari hasil pencurian dan pinjam meminjam. Namun pelaksanaan perjanjian gadai tetap sah karena berdasarkan pasal 1977 ayat (1) bahwa barang yang dikuasainya dianggap sebagai pemiliknya. Dalam kasus barang yang digadaikan adalah hasil pinjam-meminjam dengan penyerahan sukarela maka yang dilindungi oleh hukum adalah pemegang gadai yaitu pihak pegadaian yang didasarkan pada pasal 1152 ayat (4) dan pasal 1977 ayat (1). dan pemilik barang sebenarnya dapat menuntut kembali barangnya dengan melunasi hutang debitur sedangkan untuk barang yang digadaikan adalah barang curian yang dilindungi oleh hukum adalah pemilik barang sebenarnya (eigenaar) mempunyai hak untuk menuntut kembali barangnya selama 3 tahun (revindikasi), yang peraturannya didasarkan pada pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata.


Rumusan Masalah :
1. Apakah sah perjanjian gadai terhadap barang yang digadaikan bukan milik 
pemberi gadai ? 
2. Bagaimana perlindungan hukumnya bagi kreditur pemegang gadai dan 
pemilik barang yang barangnya tanpa sepengetahuannya digadaikan ?

Senin, 30 Mei 2011

Penerapan ketentuan harta benda perkawinan karena perceraian menurut undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan

Abstract

Putusnya perkawinan karena perceraian akan menimbulkan akibat terhadap orangtua/anak dan harta benda perkawinan. Ketentuan tentang harta benda perkawinan diatur dalam Pasal 35, 36 dan 37 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam mengadakan penelitian ini, adalah untuk mengetahui penerapan dan pelaksanaan pembagian harta benda perkawinan karena perceraian, menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam praktek di Pengadilan Negeri Semarang. Dalam penelitian ini, ialah menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Spesifikasi penelitian ini, ialah menggunakan penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian dan pembahasan, adalah pada prakteknya di Pengadilan Negeri sudah menerapkan Pasal 35, 36 dan 37 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam perceraian. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa harta bersama adalah hasil pendapatan suami istri yang diperoleh selama perkawinan. Harta benda perkawinan terdiri dari harta bawaan (harta asal) dan harta bersama (gono-gini). Ketentuan dalam pembagian harta benda perkawinan (harta bersama) karena perceraian, adalah bahwa harta bawaan (harta asal) akan kembali kepada masing-masing pihak yang membawanya ke dalam perkawinan. Sedangkan harta bersama (gono-gini) dibagi dua untuk masing-masing pihak istri dan suami. Bila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing, ialah Hukum Agama, Hukum Adat, dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Bagi mereka orang-orang Indonesia Asli yang melangsungkan perkawinaan menurut agama Islam, maka berlaku bagi mereka adalah Hukum Islam. Bagi mereka orang-orang Indonesia Asli lainnya yang melangsungkan perkawinan menurut agama selain Islam, maka berlaku bagi mereka adalah Hukum Adat. Bagi mereka orang-orang Indonesia Asli yang beragama Kristen, orang-orang Timur Asing Cina, dan Warga Negara Indonesia keturunan Cina, maka berlaku bagi mereka adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Pelaksanaan Perjanjian Keagenan Pada Asuransi Jiwa Bersama (Ajb) Bumiputera 1912 Jambi

ABSTRAK

Dalam sebuah perusahaan asuransi jiwa, Khususnya AJB Bumiputera 
1912, Agen merupakan ujung tombak perusahaan dalam memasarkan produk 
asuransi dengan tujuan untuk meningkatkan usahanya. Maka untuk menjaga 
hubungan antara agen dengan perusahaan AJB Bumiputera 1912 diikat dalam 
suatu perjanjian yang disebut dengan  Perjanjian Keagenan, dimana dalam 
pelaksanaan perjanjian tersebut terbagi dalam tiga (3) bentuk yaitu  Perjanjian 
Keagenan Agen Kordinator, Perjanjian Keagenan Agen Produksi, Perjanjian 
Keagenan Agen Debit.  Perjanjian keagenan tersebut dibuat oleh pihak AJB 
Bumiputera 1912 dalam bentuk perjanjian  standar atau perjanjian baku, yang 
dikeluarkan oleh Departemen Keagenan jadi pihak agen hanya tinggal menyetujui 
dan menadatangani saja,
 Dalam penulisan tesis ini penulis melakukan metode pendekatan yuridisempiris  yang digunakan untuk mengalisa peraturan perundang-undang dibidang 
perjanjian dan keagenan dan perilaku agen dalam melaksanakan perjanjian dengan 
pihak AJB Bumiputera 1912 serta menganalisa bagaimana penyelesaian sengketa 
yang timbul dari penyimpangan perjanjian yang dilakukan agen selaku pembantu 
diluar perusahaan. 
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat diketahui bahwa 
pelaksanaan perjanjian keagenan pada Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 
1912 Jambi sering mengalami penyimpangan yang dilakukan oleh pihak Agen, 
sehingga menimbulkan wanprestasi, seperti dalam perjanjian agen produksi, 
dimana agen sering kali memberikan keterangan tidak benar mengenai produk 
asuransi yang dijualnya kepada calon pemegang polis, dan premi pertama yang 
diterima oleh agen produksi sering tidak diserahkan (disetor) ke kas AJB 
Bumiputera 1912, sedangkan dalam perjanjian agen debit sering ditemukan agen 
debit tidak menyetorkan hasil penagihan premi dan angsuran pinjaman polis ke 
kas AJB Bumiputera 1912 dalam waktu selambat-lambatnya 1x24 Jam, 
kelemahan kedua agen ini disebabkan karena kurangnya pengawasan yang 
dilakukan oleh agen koordinator untuk melaksanakan pengawasan, pengendalian, 
dan pembinaan terhadap agen produksi dan agen debit sehingga perbuatan 
tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak AJB Bumiputera 1912 dan pihak colon 
pemegang polis itu sendiri,. 
Dalam menyelesaikan masalah tersebut maka pihak AJB Bumiputera 1912 
mengadakan 4 tahap, yaitu Tahap pemanggilan, Tahap peringatan, tahap 
pemberhentian secara sepihak, dan tahap  ganti rugi. Hal tersebut dilakukan oleh 
kedua belah pihak secara kekeluargaan musyawarah untuk mufakat, dan jika hal 
tersebut tidak dapat dicapai maka dapat diserahkan kepihak pengadilan. Tapi 
untuk sampai saat ini penyelesaian dipengadilan belum pernah dilakukan oleh 
pihak AJB Bumiputera maupun oleh pihak Agen itu sendiri. 
   
Kata Kunci : Asuransi Jiwa Bersama, Pelaksanaan Perjanjian.

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian keagenan yang ada pada Asuransi 
Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 Jambi ?. 
2. Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa Perjanjian Keagenan pada 
Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 Jambi ? 

Konsep Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam

Abstract
Penelitian tentang Konsep Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam ini bertujuan untuk memahami konsep pengangkatan anak dalam perspektif hukum Islam, untuk memahami pelaksanaan proses pengangkatan anak di Pengadilan agama dan untuk memahami akibat hukum apa yang timbul dengan adanya pengangkatan anak dalam perspektif hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan hukum yang lainnya yang merupakan data, selain itu juga untuk melihat bagaimana penerapannya atau pelaksanaannya dalam masyarakat melalui penelitian lapangan, juga bisa dilakukan dengan meninjau, melihat, serta menganalisis masalah dengan menggunakan pendekatan-pendekatan pada prinsip-prinsip dan asas-asas hukum. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu penelitian berdasarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengangkatan anak dan data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan ( lokasi penelitian ). Pada penelitian ini spesifikasi yang dipergunakan adalah deskriptif analitis, yaitu memaparkan, menggambarkan atau mengungkapkan data-data yang mempunyai relevansi dengan permasalahan. Konsep pengangakatan anak dalam hukum Islam tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadi anak kandung secara mutlak, sedang yang ada hanya diperbolehkan atau susruhan untuk memelihara dengan tujuan memperlakukan anak dalam segi kecintaan pemberian nafkah, pendidikan atau pelayanan dalam segala kebutuhan yang bukan memperlakukan sebagai anak kandung ( nasab ). Dalam konsep Islam, pengangkatan seorang anak tidak boleh memutus nasab antara si anak dengan orang tua kandungnya berdasarkan Alquran Surat Al-Ahzab ayat 4,5,37, dan 40. Hal ini kelak berkaitan dengan akibat hukum yang ditimbulkan yaitu mengenai perkawinan dan system waris. Dalam perkawinan yang menjadi prioritas wali nasab bagi anak perempuan adalah ayah kandungnya sendiri. Dalam waris, anak angkat tidak termasuk ahli waris begitu juga sebaliknya, yang besarnya adalah 1/3 ( sepertiga ) bagian dari harta peninggalan. Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam adalah pengangkatan anak yang bersumber pada Alqur’an dan sunnah serta hasil ijtihad yang berlaku di Indonesia yang diformulasikan dalam berbagai produk pemikiran hukum Islam, baik dalam bentuk fikih, fatwa, putusan pengadilan, maupun peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya Kompilasi hukum islam ( KHI ).  
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana konsep pengangkatan anak dalam perspektif hukum Islam ? 
2. Bagaimana pelaksanaan proses pengangkatan anak di Pengadilan Agama ? 
3. Apa akibat hukum yang timbul dengan adanya pengangkatan anak dalam perspektif hukum Islam ?    

Peran Kepala Desa Dalam Menunjang Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Wakaf Di Kabupaten Grobogan Propinsi Jawa Tengah

Abstract
In order to give a warranty of rights on land law certainty, the Prime Regulation of Agrarian Affairs Number 5 year 1960 has pointed a land registration in all of the Republic Indonesia territory (section 19). The registry of property donated for religious or community use (waqaf land) has been regulated by the Government Regulation Number 28 Year 1977 and the Regulation of Minister of Home Affairs number 6 Year 1977. Most of our society has less consideration of having the registration of rights on waqaf land; thus, the problems rise very commonly on waqaf lands. In order to avoid that, we need the cheef of village role as the lowest government instrument to support the application of rights on waqaf land law certainty. This thesis discusses about two problems; those are how is the role and what are problems that have to be handled by the chief of village to support the application of rights on waqaf land law certainty in Grobogan regency, Central Java Province. The research of this thesis was held in the territory of Grobogan regency, Central Java Province. The research used yuridical-empirical method. The data results were analized qualitatively and written descriptively. The research result shows the role of the chief of village to support the application of rights on waqaf land law certainty in Grobogan regency was clasified into two things; the first role of the chief of village on waqaf land registration are : the giving of registration administration service and the giving of land affairs information, especially the importance of the registry of rights on waqaf land. The second role of the chief of village on waqaf land problem solving are : stand for the counselor and mediatior for every problem that would be risen in society, and stand for a witness in the execution process of the court sentence. The problems that were handled by the chief of village were; first, there was less counseling and construction for the chief of village. Second, there was a limited operational fund. Third, there was un willingness of the minor part of society in order to follow the activity of the village administration. Fourth, there was no written data of the spoken waqaf process.  
Rumusan Masalah :
1. Bagaimanakah peran Kepala Desa dalam menunjang kepastian hukum hak atas tanah 
wakaf di Kabupaten Grobogan? 
2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Kepala Desa dalam peranannya 
menunjang kepastian hukum hak atas tanah wakaf di wilayah Kabupaten Grobogan?

Koordinasi Antar Instansi Dalam Perolehan Ijin Lokasi Untuk Perolehan Hak Atas Tanah Bagi Pembangunan Perumahan Mega Residence Di Kota Semarang

Abstract
Perolehan tanah untuk keperluan tertentu khususnya untuk kepentingan pembangunan perumahan akan terkait beberapa instansi, karena akan melalui beberapa tahapan yang harus dilewati dari ijin prinsip, ijin lokasi, ijin mendirikan bangunan, dan yang lainnya. Setiap tahapan tersebut dituntut adanya koordinasi yang baik antar instansi yang berwenang. Pelaksanaan koordinasi dapat berlangsung baik secara vertikal maupun horizontal. Dalam memperoleh ijin lokasi diperlukan adanya koordinasi antara pihak Pemkot dengan Kantor Pertanahan. Setelah memperoleh ijin lokasi perusahaan yang membutuhkan tanah baru dapat memperoleh tanahnya. Perolehan tanahnya dapat melalui pelepasan hak dan dapat juga secara langsung dengan para pemilik tanah dengan cara pemindahan hak serta permohonan hak atas tanah Negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui koordinasi antar instansi dalam perolehan ijin lokasi untuk perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang, untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat koordinasi antar instansi dalam perolehan ijin lokasi untuk perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang, dan untuk mengetahui proses x perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang. Metode pandekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Empiris, artinya dalam penelitian ini yang ditinjau tidak hanya melihat dari sudut hukum positif saja akan tetapi juga melihat kondisi yang mempengaruhi hukum tersebut. Data yang diperlukan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian dan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. Hasil penelitian mengenai koordinasi antar instansi dalam perolehan ijin lokasi untuk perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang menunjukkan bahwa koordinasi antar instansi dalam pemberian ijin lokasi dilakukan oleh Walikota dan cara perolehan tanah dari pihak PT. Nusa Prima Intiniaga dilakukan dengan cara jual beli langsung kepada pemilik tanah dihadapan PPAT. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa koordinasi yang dilakukan antar instansi dalam perolehan ijin lokasi untuk pembangunan perumahan Mega Residence telah dilakukan sesuai prosedur, sehingga dapat diketahui bahwa koordinasi oleh instansi dilakukan secara horizontal artinya bahwa hal-hal yang berkaitan dengan ijin lokasi menjadi kewenangan tim koordinasi yang dibentuk oleh Walikota sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan perolehan hak atas tanah menjadi kewenangan Kantor Pertanahan.


Rumusan Masalah :



1. Bagaimana koordinasi antar instansi  dalam perolehan ijin lokasi untuk 
perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega Residence 
di Kota Semarang ? 
2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat koordinasi antar instansi 
dalam perolehan ijin lokasi untuk perolehan hak atas tanah bagi 
pembangunan perumahan Mega Residence di Kota Semarang ? 
3. Bagaimana perolehan hak atas tanah bagi pembangunan perumahan Mega 
Residence di Kota Semarang ?

Pelaksanaan Sistem Gadai Terhadap Tanah Ulayat Di Minangkabau

Abstract
Tanah ulayat di Minangkabau dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan anak kemenakan. Pada dasarnya tanah ulayat tidak boleh dijual atau dihilangkan begitu saja, melainkan hanya boleh digadaikan, dalam hal ini gadai harus memenuhi empat peryaratan yaitu Mayik tabujua diateh rumah, rumah gadang ketirisan, gadih gadang alun balaki, dan mambangkik batang tarandam. Objek hak gadai di Minangkabau adalah hak mengelola atau hak menikmati hasil ulayat bukan atas tanahnya. Tanah tetap kepunyaan kaum. Dalam menggadaikan harus disepakati oleh seluruh kaum secara bersama-sama, baik seluruh anggota suku atau nagari. Penguasaan terhadap tanah ulayat ini adalah dipegang oleh mamak kepala waris atau penghulu kaum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan gadai tanah ulayat, faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan sistem gadai tanah ulayat dan bagaimana penyelesaian sengketa gadai yang terjadi di Kebupaten Padang Pariaman. Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode pendekatan secara yuridis empiris, dengan jalan menganalisa barbagai peraturan hukum adat Minangkabau dengan perilaku masyarakat dalam menggadai tanah ulayat. Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan gadai tanah ulayat tersebut tidak adanya persetujuan dalam kaum, mamak kepala waris, kerapatan adat nagari maupun wali nagari yang dalam hal ini sebagai unsur pemerintahan yang ikut mengetahui. Pelaksanaannya berdasarkan tiga kelarasan yakni kelarasan koto piliang, budi caniago dan lareh nan panjang. Ketiga kelarasan terdapat perbedaan dalam hal persetujuannya, namun perbedaan ini banyak juga terdapat persamaan. Namun faktor masyarakat menggadaikan tanah ulayat tersebut yang sangat berbeda dari kenyataan yang ada, dimana ada empat syarat untuk mengadai tanah ulayat dan di Padang Pariaman hanya tiga syarat yang dipakai kecuali membangkit batang tarandam kerena masyarakat merasa malu jika hal itu terjadi. Dan faktor itu berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang mana lebih cendrung tanah ulayat itu digadaikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan untuk pendidikan. Penyelesaian sengketa gadai tanah ulayat terlebih dahulu di selesaikan antara para pihak, tingkat kaum dan dilanjutkan ke Kerapatan Adat Nagari jika tidak didapati penyelesaian.


Rumusan Masalah :


1. Bagaimana pelaksanaan sistem gadai tanah ulayat di Kabupaten Padang 
Pariaman? 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat Kabupaten Padang Pariaman 
melakukan  sistem gadai tanah ulayat?  
3. Bagaimana penyelesaian sengketa gadai yang terjadi di Kabupaten Padang 
Pariaman?  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Isi Buku Tamu Ya....!


ShoutMix chat widget
 
Powered by Blogger